PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), salah satu perusahaan properti ternama di Indonesia, mengalami penurunan harga saham meskipun mencetak rekor penjualan pada tahun 2024. Menariknya, di awal 2025, BlackRock justru terus menambah porsi kepemilikan sahamnya di CTRA, berbeda dengan Vanguard yang justru memangkas sedikit kepemilikannya. Hal ini memunculkan pertanyaan: bagaimana prospek saham CTRA di tahun 2025?
Per akhir perdagangan pada Jumat (11/4), saham CTRA ditutup di level Rp790 per lembar, turun tipis 0,63%. Sejak awal 2025, saham ini sudah terkoreksi sekitar 20,60%. Padahal, secara kinerja keuangan, CTRA menunjukkan performa yang cukup solid di tahun 2024.
Pada periode tersebut, perusahaan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp11,18 triliun, naik 21,01% dibandingkan Rp9,25 triliun pada tahun sebelumnya. Meski beban pokok penjualan turut meningkat 26,44% secara tahunan menjadi Rp5,92 triliun, laba kotor tetap tumbuh 15,43% menjadi Rp5,26 triliun. Setelah dikurangi dengan beban dan ditambah pendapatan lainnya, laba bersih yang dibukukan mencapai Rp2,12 triliun, naik 15,18% dibanding tahun 2023. Laba per saham juga naik dari Rp100 menjadi Rp115.
Dari sisi likuiditas, kas dan setara kas mengalami sedikit penurunan sebesar 3,83% YoY menjadi Rp10,19 triliun. Aset total perusahaan pada 2024 tercatat Rp47,02 triliun, tumbuh 6,59% dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, liabilitas mencapai Rp22,40 triliun (naik 4,27%), dan ekuitas meningkat menjadi Rp24,61 triliun (tumbuh 8,80%).
Pendapatan terbesar masih berasal dari sektor properti yang mencetak Rp8,9 triliun, atau naik 25,12% secara tahunan. Pendapatan dari sewa meningkat 3,12% menjadi Rp1,42 triliun, sedangkan pendapatan dari segmen lainnya mencapai Rp853,55 miliar. CTRA juga mencatatkan rekor marketing sales atau prapenjualan sebesar Rp11 triliun sepanjang 2024, naik 8% dibandingkan tahun sebelumnya, dan hampir mencapai target Rp11,1 triliun (99,2%).
Menurut Aditya Ciputra Sastrawinata, Head of Investor Relation CTRA, capaian tersebut ditopang oleh produk hunian tapak yang memberikan kontribusi 95% dari total prapenjualan dan tumbuh 6% secara tahunan. Unit dengan harga jual Rp2–Rp5 miliar mendominasi kontribusi prapenjualan dengan porsi 43%, diikuti oleh unit Rp1–Rp2 miliar sebanyak 31%, menunjukkan permintaan tinggi dari segmen menengah atas. Aditya menyebut strategi diversifikasi geografis dan variasi produk sebagai kunci utama capaian tersebut.
Analisis dan Proyeksi Saham CTRA
Dalam riset terbaru pada 10 April 2025, Analis Sukor Sekuritas, Niko Pandowo, memperkirakan laba CTRA untuk 2025 dan 2026 akan berada di kisaran Rp2 triliun dan Rp2,1 triliun. Hal ini dipengaruhi oleh berkurangnya dampak insentif PPN DTP serta berkurangnya ketersediaan unit yang memenuhi syarat penjualan. Pihaknya juga memproyeksikan marketing sales pada 2025–2026 masing-masing di angka Rp10,9 triliun dan Rp11,2 triliun, dengan mempertimbangkan potensi perlambatan pasar akibat kenaikan suku bunga KPR dan daya beli yang melemah.
Sukor Sekuritas menaikkan target harga saham CTRA menjadi Rp1.765 per lembar karena menilai prospek jangka panjang tetap positif, berkat keberadaan proyek di berbagai daerah dan model kerja sama operasi yang efektif sebagai pendorong pertumbuhan.
Dari sisi pandangan analis, data Terminal Bloomberg menunjukkan bahwa dari 22 analis yang memantau CTRA, 20 di antaranya merekomendasikan beli, sementara 2 lainnya memberi rekomendasi tahan. Rata-rata target harga saham CTRA versi konsensus analis adalah Rp1.415,42, mencerminkan potensi kenaikan 79,2% dari harga saat ini.
Aksi BlackRock dan Vanguard
Data Bloomberg juga menunjukkan bahwa BlackRock terus menambah saham CTRA sejak akhir 2024. Per awal April 2025, mereka telah menggenggam sekitar 389,98 juta lembar saham, naik dari 377,77 juta lembar di akhir tahun sebelumnya. Bahkan, pada Maret 2025, kepemilikan BlackRock sempat menembus 410,69 juta lembar, mengukuhkan posisinya sebagai pemegang saham kelima terbesar di CTRA.
Sebaliknya, Vanguard justru mengurangi kepemilikannya sedikit. Dalam empat bulan pertama 2025, mereka melepas 249.096 lembar saham, menyisakan 375,45 juta lembar dari yang sebelumnya 375,70 juta lembar, menempatkan mereka di posisi keenam setelah BlackRock.