Jelang Dividen Jumbo, Saham BUMN Masih Diskon — Saatnya Borong?

5 Min Read

Menjelang pembagian dividen pekan ini, saham-saham bank pelat merah seperti BBRI, BMRI, dan BBNI masih menunjukkan potensi penguatan harga. Berdasarkan informasi dari Bloomberg pada Senin (21/4/2025), pergerakan saham bank BUMN yang akan segera membagikan dividen tercatat bervariasi.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) ditutup melemah 0,55% ke level Rp3.620 per lembar. Sebaliknya, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) justru naik tipis 0,22% ke posisi Rp4.610. Di sisi lain, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) harus turun 1,24% ke Rp3.990. Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) ikut melemah hingga 2,56% ke Rp920.

Keempat bank milik negara ini akan membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya dalam pekan yang sama. BBRI dan BMRI dijadwalkan membagikan dividen pada 23 April 2025. BBRI akan mendistribusikan total dividen sebesar Rp31,4 triliun atau setara Rp208,4 per saham, sedangkan BMRI akan memberikan dividen Rp43,51 triliun atau sekitar Rp466,18 per saham.

Selanjutnya, giliran BBNI dan BBTN pada 25 April 2025. BBNI akan membagikan dividen sebesar Rp13,95 triliun atau Rp374,05 per lembar, sementara BBTN membagikan Rp750 miliar atau Rp53,57 per saham.

Meski performa harga saham pada perdagangan awal pekan terlihat beragam, proyeksi analis masih memperkirakan adanya ruang kenaikan. Berdasarkan data dari Terminal Bloomberg, saham BBRI diprediksi bisa menyentuh Rp4.905 dalam waktu 12 bulan, memberikan potensi imbal hasil sebesar 35,5%. Saham BMRI juga memiliki prospek cerah dengan target harga Rp6.658 dan potensi return 44,4%. Sementara itu, target harga untuk BBNI berada di angka Rp5.625 (return 41%) dan BBTN di Rp1.317 (return 43,2%).

Laporan riset dari JP Morgan menyebutkan bahwa saham perbankan mengalami penurunan antara 22% hingga 30% dari posisi tertinggi dalam 12 bulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain kondisi likuiditas yang menekan pertumbuhan serta margin bunga bersih (NIM), ditambah lagi dengan perubahan kebijakan dan regulasi jangka pendek.

JP Morgan juga mengingatkan bahwa kenaikan biaya kredit sebesar 10 basis poin bisa memangkas laba per saham (EPS) sebesar 1%–3% bagi bank-bank besar. Mereka memproyeksikan bahwa biaya kredit pada tahun 2025 akan meningkat hingga 30 basis poin, yang berpotensi menurunkan EPS sebesar 3%–9%, sekaligus membuka peluang bagi investor untuk masuk ke saham bank besar yang terdiskon.

Dari hasil kajian mereka, penurunan EPS tertinggi diperkirakan akan dialami BBNI (3,4%), diikuti oleh BRI (2,7%), BBRI (2,3%), dan BBCA (1,4%).

Secara menyeluruh, kinerja sektor perbankan nasional, termasuk bank-bank besar, sangat bergantung pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Setelah mencatatkan pertumbuhan 5,03% YoY pada 2024, ekonomi diperkirakan akan sedikit melambat menjadi 4,9% pada 2025 menurut proyeksi tim ekonomi BCA. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan dari pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit.

Pertumbuhan kredit diperkirakan akan berada di kisaran 6%–10% YoY, sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ditargetkan mencapai 8%–12% sepanjang tahun ini. Proyeksi ini mempertimbangkan sikap kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit di tengah kondisi likuiditas yang masih ketat, khususnya untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank BUMN.

Untuk kredit korporasi, bank akan menyeleksi berdasarkan potensi bisnis, margin keuntungan, serta rencana ekspansi. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dari BI, sektor-sektor yang menjanjikan antara lain pendidikan, layanan kesehatan, properti, serta informasi dan komunikasi.

Kebijakan seperti program makan bergizi gratis serta pelonggaran PPN di sektor properti diyakini akan menjadi katalis positif terhadap permintaan kredit. Sementara itu, tantangan justru muncul dari sektor UMKM dan konsumsi, yang pada 2024 belum menunjukkan dampak signifikan terhadap perbankan.

“Ini bisa mendorong meningkatnya persaingan dalam penyaluran kredit korporasi. Dan jika sektor pertambangan serta hilirisasi logam tetap menjadi pendorong utama tahun depan, kemungkinan hanya bank BUMN yang akan mendapatkan keuntungan terbesar karena dominasinya di sektor tersebut,” ujar JP Morgan.

Share This Article