Dua emiten properti papan atas, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), mengawali 2025 dengan strategi agresif untuk menggenjot prapenjualan. Meskipun hasil marketing sales di kuartal I masih belum optimal, analis menilai saham keduanya tetap layak dikoleksi investor.
CTRA Kantongi Rp3,15 Triliun, Masih Diwarnai Penurunan Tahunan
CTRA mencatatkan marketing sales sebesar Rp3,15 triliun sepanjang kuartal I/2025. Angka tersebut turun 5% secara tahunan dari Rp3,32 triliun pada kuartal I/2024, meski naik signifikan 35% dibanding kuartal IV/2024 (QoQ).
Penurunan secara tahunan disebut akibat tingginya basis penjualan tahun lalu yang ditopang proyek Sampali dan Tanjung Morawa, dengan kontribusi Rp1 triliun. Proyek CitraLand Surabaya Dempsey Hill juga menyumbang Rp209 miliar, dengan tingkat serapan mencapai 83%.
Selain itu, Ramadan yang berlangsung penuh pada Maret 2025 turut menekan kinerja prapenjualan secara musiman.
Dominasi Rumah Tapak dan Optimalisasi Insentif PPN
Sepanjang kuartal I/2025, CTRA tetap meluncurkan proyek baru di Bintaro, Serpong, dan Surabaya dengan total kontribusi Rp536 miliar atau 17% dari marketing sales. Portofolio produk CTRA masih didominasi rumah tapak (91%), dengan segmen harga Rp1–2 miliar dan Rp2–5 miliar menyumbang 29% dan 44%.
Distribusi lokasi tetap kuat di Jabodetabek (49%) dan Surabaya (25%). Selain itu, sekitar Rp1,4 triliun atau 44% dari total marketing sales berasal dari unit yang memenuhi syarat insentif PPN.
“Strategi percepatan pembangunan menjadi kunci CTRA dalam memaksimalkan pemanfaatan insentif PPN,” ujar Ismail Fakhri Suweleh, analis BRI Danareksa Sekuritas.
Dengan pendekatan tersebut, BRI Danareksa tetap merekomendasikan beli untuk saham CTRA dengan target harga Rp1.700 per saham. Saat ini, saham CTRA diperdagangkan di level Rp845, terkoreksi 13,77% secara year-to-date.
SMRA Melemah Kuartalan, Tapi Masih Tumbuh Secara Tahunan
Sementara itu, SMRA membukukan marketing sales sebesar Rp877 miliar sepanjang kuartal I/2025. Angka ini turun 49% dibandingkan kuartal sebelumnya, namun masih tumbuh 8% secara tahunan.
Capaian tersebut berada di bawah estimasi BRI Danareksa, yang menargetkan Rp4,54 triliun untuk 2025. Artinya, realisasi baru mencapai 19% dari proyeksi, atau 18% dari target internal perusahaan sebesar Rp5 triliun.
Hari kerja yang pendek akibat libur Lebaran dan penurunan kepercayaan konsumen menjadi faktor penghambat kinerja kuartalan SMRA.
Ruko Jadi Penopang Baru, KPR Masih Metode Andalan
Meski rumah tapak tetap mendominasi (76%), kontribusinya sedikit melambat 2% secara tahunan. Namun, segmen ruko justru menunjukkan lonjakan signifikan, menyumbang 22% dari total prapenjualan, naik dari 10% sepanjang 2024.
Kenaikan ini didorong peluncuran dua proyek komersial pada akhir Maret 2025, yakni City Hub Commercial di Serpong dan Centeria Square di Bogor. Dari sisi metode pembayaran, KPR masih menjadi andalan (45%), diikuti cicilan tunai (40%).
BRI Danareksa mempertahankan rekomendasi beli untuk saham SMRA dengan target harga RNAV sebesar Rp800. Saat ini, saham SMRA diperdagangkan pada Rp404, melemah 17,55% sejak awal tahun.
“Kami menilai prospek jangka panjang SMRA tetap kuat, terutama dari rumah tapak di kisaran harga Rp1–5 miliar yang menyasar end-user entry-level di Jabodetabek, serta kontribusi pendapatan berulang yang stabil,” kata Ismail.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.