Harga kakao yang terus melonjak ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir mulai membayangi kinerja emiten konsumer, termasuk PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), yang mengandalkan bahan baku tersebut untuk produk cokelat, permen, biskuit, hingga minuman berbasis kakao.
Kenaikan harga komoditas ini berisiko menekan margin laba kotor Mayora, terutama jika perusahaan tidak segera menyesuaikan harga jual produknya. Mengutip Bloomberg, kontrak berjangka kakao di New York naik hingga 7,1%, memperpanjang kenaikan sebelumnya sebesar 3,6% pada pekan lalu. Lonjakan ini terjadi usai data pengolahan bijih kakao global—indikator permintaan utama—berhasil melampaui ekspektasi pasar, khususnya dari wilayah Eropa dan Asia.
“Angka pengolahan yang lebih baik dari perkiraan menunjukkan bahwa permintaan belum terdampak separah kekhawatiran sebelumnya akibat harga tinggi,” ujar Mark Bowman, analis dari ADM Investor Services.
Ia menambahkan bahwa pelemahan dolar AS juga menjadi katalis positif bagi harga kakao. Namun, ketidakpastian akibat perang dagang serta isu politik di AS—termasuk ancaman Presiden Donald Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell—masih menjadi bayang-bayang bagi pasar komoditas.
Tak hanya kakao, harga kopi juga menunjukkan tren naik. Di London, harga robusta—jenis kopi yang umum digunakan dalam produk instan—naik hingga 5,1%. Sementara arabika, jenis kopi yang biasa digunakan dalam specialty coffee, melonjak 5,7% di New York.
Margin Mayora Tertekan, Tapi Masih Punya Peluang Cuan
Meski harga komoditas naik, analis menilai bahwa Mayora masih berpeluang mencetak kinerja positif pada 2025. Jeremy Hansen, Analis Sucor Sekuritas, dalam risetnya tertanggal 16 April 2025, tetap mempertahankan proyeksi laba MYOR tahun ini di angka Rp3,3 triliun—naik 10% YoY—dan Rp3,7 triliun pada 2026 atau tumbuh 13% YoY.
“Dalam skenario dasar kami, margin kotor MYOR diperkirakan mencapai batas atas dari panduan margin 2025, yakni 25%,” tulis Jeremy.
Ia juga menyoroti awal tahun yang kuat bagi Mayora, didukung pertumbuhan pendapatan dua digit pada kuartal I/2025. Lebih lanjut, ia memperkirakan perbaikan margin akan semakin terasa pada semester II/2025. Hal ini didorong oleh turunnya harga kopi dan CPO, masing-masing sebesar 18% dan 10% dari puncaknya.
Karena MYOR memiliki cadangan bahan baku untuk 3–6 bulan dan mulai melakukan penyesuaian harga jual rata-rata (ASP), ekspansi margin disebut akan mulai terlihat dalam waktu dekat. Selain itu, eksposur MYOR yang minim terhadap ekspor ke AS juga menjadi nilai tambah di tengah gejolak perdagangan global.
Saham MYOR Dianggap Murah, Rekomendasi Buy Didukung Buyback dan Fundamental
Dengan kondisi tersebut, Sucor Sekuritas tetap memberikan rekomendasi Buy untuk saham MYOR dengan target harga Rp3.300. Saham MYOR saat ini diperdagangkan pada rasio harga terhadap laba (PER) 2025 sebesar 14,5x, atau mendekati -1 standar deviasi dari rata-rata historis 10 tahun terakhir—artinya saham ini tengah berada dalam posisi diskon.
Program buyback senilai Rp1 triliun yang tengah berjalan juga disebut memperkuat posisi harga saham di pasar.
Sementara itu, Maybank Sekuritas Indonesia dalam laporan awal Maret 2025 juga mempertahankan rekomendasi beli terhadap MYOR, dengan menyoroti besarnya basis pasar perusahaan.
“Laba MYOR untuk 2024 memang di bawah ekspektasi, namun kami melihat potensi pertumbuhan signifikan dari sisi penjualan dan margin di tahun fiskal 2025,” ungkap analis Maybank Sekuritas, Willy Goutama.
Konsensus dari Bloomberg menunjukkan bahwa 20 analis merekomendasikan Buy dan 2 analis menyarankan Hold, dengan target harga 12 bulan ke depan di Rp2.980. Proyeksi tersebut mengindikasikan potensi return sebesar 32,4% dari harga saat ini.