Di tengah tekanan pasar yang sempat menekan harga saham sektor perbankan, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menegaskan komitmennya untuk tetap fokus menjaga fundamental bisnis. Perseroan yakin bahwa performa saham akan mengikuti kinerja operasional yang solid.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menyatakan bahwa tekanan jual yang terjadi pasca libur panjang Idulfitri tidak hanya berdampak pada BBCA, tetapi juga pada saham-saham bank besar lainnya seperti BBRI, BMRI, dan BBNI.
“Pada pembukaan pasar tanggal 8 April, semua saham bank terkoreksi. Ini akibat sentimen negatif dari pengumuman Presiden AS Donald Trump soal tarif resiprokal, termasuk tarif 32% untuk Indonesia,” jelas Jahja dalam konferensi pers, Rabu (23/4/2025).
Menurut Jahja, koreksi tajam tersebut merupakan respons wajar dari investor atas ketidakpastian global yang muncul saat pasar libur. Namun, ia menilai saham bank dengan fundamental kuat cenderung cepat pulih.
“Biasanya setelah menyentuh titik bawah (bottom), saham-saham dengan fundamental bagus akan kembali diburu dan memicu rebound,” ujarnya.
Buyback Saham BCA Sudah Dimulai
Untuk menjaga stabilitas perdagangan saham di tengah volatilitas pasar, BBCA telah mengaktifkan program buyback saham hingga Rp1 triliun, dengan harga pembelian maksimal di Rp9.200 per saham.
“Kami mulai melakukan buyback sejak 10–11 April, meski belum signifikan. Tapi untuk saham-saham yang fundamental-nya bagus, sinyal rebound akan cepat terlihat,” kata Jahja.
Meski demikian, Jahja tidak berspekulasi mengenai kapan saham BBCA akan kembali ke level Rp10.000.
“Saya bukan peramal. Fokus kami bukan menaikkan harga saham, tapi menjaga kinerja seperti laba, ROA, ROE, CIR, dan kualitas kredit,” tegasnya.
Saham BBCA Menguat, Investor Kembali Serbu
Sampai penutupan perdagangan Rabu (23/4/2025), saham BBCA tercatat menguat 2,65% ke level Rp8.725 per saham. Volume perdagangan mencapai 92,3 juta lembar dalam 30.992 transaksi, dengan total nilai transaksi Rp799,7 miliar—menggambarkan antusiasme investor terhadap saham big cap ini.
Jahja: Harga Emas Juga Ikut Bergejolak
Tak hanya pasar saham, Jahja juga menyinggung pergerakan harga emas yang turut mengalami gejolak sepanjang libur lebaran. Emas sempat anjlok pada 8–9 April, namun langsung rebound dua hari berikutnya dan bahkan mencetak rekor US$3.499 per troy ounce sebelum kembali terkoreksi.
“Koreksi ini karena pasar emas sempat overbought. Bahkan sempat dihajar sampai ke level US$3.290-an pagi tadi. Tapi tren emas secara keseluruhan masih uptrend,” ujarnya.