BNI Bagi Dividen Triliunan, Dapen Jepang Kebanjiran Cuan

3 Min Read

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) resmi membagikan dividen jumbo senilai Rp13,95 triliun pada Jumat, 25 April 2025. Dengan pembagian ini, setiap pemegang saham mendapatkan Rp374 per lembar, berkat kenaikan laba bersih BNI yang mencapai Rp21,5 triliun—tumbuh 2,7% dibandingkan tahun sebelumnya.

Salah satu pihak yang ikut menikmati panen dividen ini adalah Dana Pensiun Pemerintah Jepang atau Government Pension Investment Fund (GPIF).

Menurut data Bloomberg, GPIF tercatat sebagai investor BNI, menggenggam 89,81 juta saham meski sebelumnya sempat melepas 7,67 juta lembar dengan harga rata-rata Rp3.508,69 per saham. Berdasarkan posisi terbaru, GPIF diperkirakan meraup sekitar Rp33,59 miliar dari hasil pembagian dividen ini.

Dari sisi pasar, saham BBNI pada perdagangan Jumat kemarin menguat 0,72% ke level Rp4.200 per saham. Namun, sepanjang tahun berjalan, saham BBNI masih mencatatkan koreksi 8,5%.

Prospek BNI di Kuartal I/2025

Berdasarkan konsensus analis yang dihimpun Bloomberg, BNI diproyeksikan mengantongi pendapatan sebesar Rp16,57 triliun di kuartal pertama 2025. Angka ini mengalami penurunan 20,98% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan laba bersih yang disesuaikan (adjusted net income) diperkirakan mencapai Rp5,24 triliun, sedikit turun 1,68% dari Rp5,33 triliun pada kuartal I/2024.

Analis juga memperkirakan laba per saham (EPS) BNI akan mencapai Rp145,66, dengan return on assets (RoA) sebesar 1,76% dan return on equity (RoE) di level 12,93%. Mereka optimistis, dalam 12 bulan ke depan, saham BBNI berpotensi melonjak hingga 41%, dengan target harga di Rp5.625.

Tantangan di Depan Mata

Dalam riset terbarunya, JP Morgan mencatat tekanan yang membayangi sektor perbankan, mulai dari ketatnya likuiditas hingga risiko kenaikan biaya kredit. Menurut JP Morgan, setiap kenaikan biaya kredit sebesar 10 basis poin bisa menekan laba per saham (EPS) bank besar hingga 3%.

Secara spesifik, JP Morgan memperkirakan potensi penurunan EPS BBNI sebesar 3,4%, disusul BRI 2,7%, BBRI 2,3%, dan BBCA 1,4%. Meskipun demikian, tekanan ini justru bisa membuka peluang akumulasi saham-saham bank besar di harga lebih menarik.

Sentimen Makro: Ekonomi Diproyeksi Tumbuh Lebih Lambat

Di tengah ketidakpastian global, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 direvisi ke bawah. IMF memangkas prediksi dari 5,1% menjadi 4,7%, seiring meningkatnya ketidakpastian perdagangan global. Bank Indonesia pun senada, memperkirakan ekonomi RI tumbuh di kisaran 4,7% hingga 5,5%, dengan titik tengah 5,1%.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut tekanan eksternal seperti pelemahan ekspor ke AS dan China menjadi faktor utama koreksi pertumbuhan tersebut. Hal ini disampaikan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 23 April 2025.

Di sisi lain, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, membawa sedikit kabar positif. Ia menyampaikan bahwa perbankan nasional masih menunjukkan kinerja solid di awal 2025. Kredit perbankan tumbuh 9,16% yoy pada Maret 2025, mencapai Rp7.908,4 triliun, ditopang kredit investasi yang melonjak 13,36% serta kredit konsumsi yang meningkat 9,32%.

Share This Article