Tantangan menjaga keuntungan makin berat bagi sektor perbankan. Rasio Net Interest Margin (NIM), yang mencerminkan selisih bunga bersih bank, terus menurun sejak awal tahun.
OJK mencatat, NIM industri perbankan per Februari 2025 turun ke 4,39%, lebih rendah dibandingkan Desember 2024 (4,62%) dan Februari 2024 (4,49%).
Meski begitu, beberapa bank besar menunjukkan tren beragam:
- BCA mencatat NIM naik menjadi 5,8% pada Maret 2025 dari 5,6% setahun sebelumnya.
- BTN juga membukukan peningkatan ke 3,6% di kuartal I-2025 dari 3,3% tahun lalu.
- BRI mencatat kenaikan bulanan, dengan NIM 6,39% di Februari 2025.
Sebaliknya:
- Bank Mandiri mengalami penurunan ke 3,99%, jauh dari target 5%-5,2%.
- BNI juga melemah, NIM turun ke 3,44%.
Pengamat perbankan Moch Amin Nurdin menyebut tekanan NIM dipengaruhi tingginya biaya dana akibat suku bunga BI yang belum turun, lambatnya pertumbuhan kredit, dan ketidakpastian global. Ia juga menyoroti kenaikan NPL sebagai faktor tambahan yang menekan margin.
“Daya beli masyarakat juga belum pulih. Ini berdampak ke permintaan kredit dan akhirnya menekan NIM,” jelas Amin.
Namun begitu, digitalisasi dan efisiensi operasional masih menjadi andalan bank besar untuk menjaga kinerja. Strategi diferensiasi kredit dan fokus pada segmen dengan yield tinggi dinilai penting untuk meningkatkan pendapatan bunga.
Pihak BCA menyatakan bahwa NIM hanya satu dari banyak faktor penentu laba bank. Pendapatan non-bunga, efisiensi biaya, dan kondisi likuiditas juga ikut menentukan.
Per Maret 2025, BCA menyalurkan kredit sebesar Rp 941 triliun, naik 12,6% YoY. BTN juga mencatat kredit Rp 363,11 triliun pada kuartal pertama tahun ini, didorong oleh penyaluran ke segmen bermargin tinggi.