Harga Minyak Anjlok Jelang Pertemuan OPEC+, Catat Penurunan Mingguan Terbesar Sejak Maret

3 Min Read

Harga minyak mentah dunia kembali tergelincir lebih dari 1% pada perdagangan Jumat (2/5/2025), menandai penurunan mingguan terbesar sejak akhir Maret 2025. Pelaku pasar kini mengambil sikap hati-hati menjelang pertemuan penting OPEC+ yang akan menentukan arah kebijakan produksi minyak untuk Juni mendatang.

Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun sebesar 95 sen atau 1,6% dan ditutup di level US$58,29 per barel. Sementara itu, minyak Brent juga mengalami penurunan sebesar 84 sen atau 1,4% ke posisi US$61,29 per barel.

Secara mingguan, minyak Brent terkoreksi lebih dari 8%, sedangkan WTI melemah sekitar 7,7%.

OPEC+, aliansi negara produsen minyak yang terdiri dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, dijadwalkan mengadakan pertemuan pada Sabtu (3/5/2025), lebih awal dari jadwal semula yang direncanakan pada Senin (5/5/2025). Tiga sumber yang mengetahui agenda tersebut menyebutkan bahwa pertemuan ini akan membahas arah kebijakan output minyak global untuk bulan depan.

Pasar tengah mengantisipasi kemungkinan adanya tambahan pasokan minyak dari OPEC+, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang diperparah oleh ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China.

“Pasar saat ini sangat bergantung pada keputusan OPEC. Bahkan ketegangan tarif AS-China pun tidak terlalu menjadi fokus utama,” ujar Scott Shelton, analis energi dari United ICAP.

Sejumlah pejabat Arab Saudi — negara pemimpin de facto dalam OPEC+ — dikabarkan telah memberi sinyal bahwa mereka tidak akan lagi mendukung harga pasar melalui pemangkasan pasokan lebih lanjut. Saat ini, OPEC+ diketahui tengah memangkas produksi global lebih dari 5 juta barel per hari.

Optimisme Baru dari China-AS

Sementara itu, muncul sedikit harapan akan meredanya ketegangan dagang antara AS dan China. Pemerintah China menyatakan tengah meninjau proposal dari Washington untuk menggelar pembicaraan terkait tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

“Kami melihat secercah optimisme dalam hubungan perdagangan China-AS, meskipun tanda-tandanya masih sangat dini,” ujar Harry Tchilinguirian, kepala riset energi di Onyx Capital Group.

Di sisi lain, pasar saham global yang menguat turut membantu menahan tekanan penurunan harga minyak lebih dalam. Analis UBS, Giovanni Staunovo, mencatat bahwa Wall Street menguat setelah data tenaga kerja AS menunjukkan pertumbuhan yang melebihi ekspektasi pada bulan lalu.

Selain itu, ancaman dari Trump pada Kamis (1/5/2025) untuk menjatuhkan sanksi sekunder kepada pihak yang membeli minyak dari Iran turut mendorong sentimen bahwa pasokan minyak global bisa semakin mengetat.

Produksi Minyak AS Mulai Melambat

Dari sisi pasokan Amerika Serikat, data terbaru juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan produksi. StoneX mencatat bahwa jumlah rig pengeboran minyak di AS turun untuk pertama kalinya dalam tiga minggu terakhir. Menurut data Baker Hughes, rig aktif turun sebanyak empat unit menjadi total 479 rig pekan ini.

Tren penurunan ini berpotensi memberikan dukungan terhadap harga minyak dalam jangka panjang jika berlanjut.

Share This Article