IHSG di Tengah Fenomena “Sell in May and Go Away”, Benarkah Akan Tertekan?

3 Min Read

Fenomena “Sell in May and Go Away” sering kali menjadi tantangan bagi pasar saham, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bagaimana prospek pergerakan IHSG pada Mei 2025 di tengah sentimen ini?

Menurut Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan, secara historis, Mei cenderung menjadi bulan yang penuh tekanan bagi IHSG. Data menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, IHSG rata-rata turun 2,09% pada bulan ini, dengan 13 kali mengalami penurunan, 6 kali menguat, dan 1 kali stagnan.

“Sentimen negatif yang membayangi antara lain aksi jual asing (foreign outflow), yang sepanjang 2025 sudah mencapai Rp50,7 triliun, mencerminkan tekanan jual dari investor global,” ujar Felix, Jumat (2/5/2025).

Selain itu, aksi ambil untung (profit taking) menjadi faktor lain yang dapat menekan indeks. Setelah IHSG mencatat kenaikan 3,93% sepanjang April 2025, investor berpotensi melakukan realisasi keuntungan. Ketidakpastian global terkait kebijakan tarif impor AS serta dinamika perdagangan internasional juga diperkirakan memengaruhi pasar.

Namun, IHSG tetap memiliki beberapa katalis positif. Felix menilai bahwa laporan keuangan emiten untuk kuartal I-2025 menunjukkan performa solid, yang dapat meningkatkan kepercayaan investor. Stabilitas ekonomi dan politik domestik juga menjadi daya tarik bagi investor, ditambah dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat meredanya ketegangan perdagangan antara AS dan China.

Fenomena “Sell in May” di Pasar Saham Indonesia

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai bahwa fenomena “Sell in May and Go Away” tidak selalu berlaku di pasar saham Indonesia.

“Secara historis, IHSG pernah mengalami tren bullish di bulan Mei. Oleh karena itu, lebih baik investor mencermati perkembangan pasar ke depan sebelum mengambil keputusan,” ujar Nafan.

Menurutnya, dampak “Sell in May” harus dikombinasikan dengan faktor katalis lain. Untuk Mei 2025, sentimen yang akan memengaruhi pasar antara lain kebijakan tarif impor AS, kebijakan moneter The Fed, serta rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Fenomena “Sell in May and Go Away” sendiri berasal dari pepatah kuno di Inggris: “Sell in May and go away, and come back on St. Leger’s Day”. Pepatah ini merujuk pada kebiasaan pedagang dan bangsawan di London yang meninggalkan kota selama musim panas dan baru kembali pada September untuk menghadiri pacuan kuda St. Leger’s Day di Doncaster, South Yorkshire.

IHSG Masih Lesu di Awal Mei

Menjelang Mei 2025, IHSG masih berada dalam tren pelemahan. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sempat menguat 0,26% ke level 6.766,79 pada perdagangan Rabu (30/4/2025), namun secara year-to-date (YtD), indeks masih turun 4,42% sejak awal tahun.

Pada 8 April 2025, IHSG bahkan sempat anjlok 7,9% ke level 5.996,1, dan kembali terpuruk 9,19% ke 5.912,06 setelah libur Lebaran. Kejatuhan ini bahkan sempat memicu trading halt oleh BEI untuk sementara waktu.

Dengan berbagai faktor yang memengaruhi pasar, apakah IHSG benar-benar akan melemah pada Mei? Ataukah justru ada peluang akumulasi di tengah volatilitas?

Share This Article