Maskapai nasional PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk memperbaiki kinerja operasional, termasuk menjajaki peluang akuisisi pesawat Boeing yang dikembalikan oleh maskapai China akibat ketegangan dagang dengan Amerika Serikat.
Direktur Niaga Garuda Indonesia Ade R. Susardi menyatakan, pihaknya terbuka terhadap potensi penambahan pesawat jika peluang seperti akuisisi pesawat “buangan” dari China benar-benar tersedia. “Kalau memang ada peluang, kami tentu akan melakukan penjajakan langsung,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (7/5/2025).
Garuda menargetkan mengoperasikan setidaknya 100 pesawat hingga akhir 2025. Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani menegaskan bahwa keputusan tersebut akan tetap mempertimbangkan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Kami tetap harus berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama terkait kondisi rupiah saat ini,” ujar Wamildan, dikutip Senin (7/4/2025).
Peluang dari Perang Dagang
Sebelumnya, sejumlah maskapai China membatalkan pesanan tiga pesawat Boeing dan mengembalikannya ke AS akibat meningkatnya tensi perdagangan kedua negara. Pesawat-pesawat tersebut kini menarik minat dari maskapai di Malaysia, India, hingga Arab Saudi.
Menanggapi hal ini, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa pemerintah mendukung jika maskapai nasional seperti Garuda tertarik mengakuisisi pesawat-pesawat tersebut. “Selama menguntungkan dan sesuai kebutuhan operasional, kami serahkan keputusan sepenuhnya kepada maskapai,” ujar Dudy di Jakarta, Rabu (24/4/2025).
Dudy menambahkan bahwa dari sisi regulasi maupun teknis, tidak ada hambatan untuk mengakuisisi pesawat eks-China tersebut. Selama kondisi dan harga pesawat sesuai dengan standar maskapai, maka opsi tersebut layak dipertimbangkan.
Sewa atau Beli?
Garuda Indonesia kini membuka semua opsi dalam menambah armada pesawat, termasuk melalui skema sewa seperti wet lease (ACMI) maupun dry lease. Wamildan menyebut biaya sewa pesawat rata-rata mencapai US$300.000 per unit per bulan.
Langkah ini sejalan dengan upaya Garuda untuk memperkuat alat produksinya menyusul peningkatan jumlah penumpang pesawat. Perluasan armada dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip Good Corporate Governance (GCG), proyeksi permintaan pasar, serta kondisi keuangan perusahaan.
Namun, opsi sewa juga dipertimbangkan dengan cermat mengingat tingginya biaya perawatan pesawat. Belakangan, Garuda sempat dikabarkan menghentikan sementara operasional 15 pesawat akibat kendala pembiayaan perawatan.
Kondisi Armada dan Klarifikasi Manajemen
Bloomberg sebelumnya melaporkan bahwa Garuda mengalami kesulitan membayar biaya perawatan, menyebabkan 15 pesawat—mayoritas milik anak usaha PT Citilink Indonesia—tidak beroperasi. Beberapa pemasok juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan layanan.
Namun, kabar tersebut dibantah oleh Wamildan. Ia menjelaskan bahwa 14 pesawat Citilink dan satu pesawat Garuda memang dijadwalkan masuk antrean perawatan pada tahun depan. “Jadi bukan karena tidak mampu, tapi karena jadwal perawatannya memang tahun depan. Kami justru sedang mempercepat proses agar bisa serviceable tahun ini,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (7/5/2025).
Kondisi Keuangan GIAA
Per akhir kuartal I/2025, posisi kas dan setara kas Garuda Indonesia tercatat sebesar US$223,76 juta. Berdasarkan laporan keuangan terbaru, GIAA membukukan arus kas bersih dari aktivitas operasi sebesar US$162,27 juta, meningkat signifikan dibandingkan US$86,72 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Total aset Garuda tercatat sebesar US$6,45 miliar, sedangkan liabilitas mencapai US$7,88 miliar, yang berarti perseroan masih mengalami defisit ekuitas sebesar US$1,43 miliar. Aset lancar Garuda mencapai US$576,20 juta, sementara liabilitas jangka pendeknya berada di angka US$1,25 miliar.
Dari sisi pendapatan, Garuda membukukan US$723,56 juta selama kuartal I/2025 atau naik 1,63% secara tahunan. Meski masih membukukan rugi bersih sebesar US$76,48 juta, angka ini lebih baik dibandingkan rugi bersih US$87,03 juta pada periode yang sama tahun 2024.