Bio Farma Catat Laba Rp380 Miliar di Kuartal I/2025, DPR Curigai Rekayasa Laporan Keuangan

2 Min Read

PT Bio Farma (Persero), perusahaan induk BUMN di sektor farmasi, berhasil membalikkan kondisi keuangan dari rugi menjadi untung pada kuartal I/2025. Namun, pencapaian ini memicu sorotan dari DPR RI yang mempertanyakan keabsahan laporan keuangan perseroan.

Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, mengungkapkan bahwa perseroan mulai menunjukkan pemulihan kinerja sejak awal tahun. Pada kuartal pertama 2025, Bio Farma secara konsolidasian mencetak laba bersih sebesar Rp380 miliar, dengan total penjualan bersih mencapai Rp3,66 triliun. Ia juga menyebut EBITDA telah kembali positif di angka Rp730 miliar.

Kondisi keuangan kami telah membaik secara signifikan di awal tahun ini,” ujar Shadiq saat rapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (8/5/2025).

Namun, pernyataan ini langsung mendapat respons kritis dari sejumlah anggota dewan. Nasril Bahar, anggota Komisi VI dari Fraksi PAN, menilai lonjakan laba tersebut janggal, mengingat laporan keuangan 2023 dan 2024 masih menunjukkan kerugian besar.

Tiba-tiba saja muncul laba Rp380 miliar di kuartal pertama. Kami mempertanyakan apakah ini hasil rekayasa laporan keuangan? Kami ingin tahu bentuk engineering-nya seperti apa,” tegas Nasril.

Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap struktur holding dan akuntabilitas keuangan agar transformasi Bio Farma berdampak nyata pada kemandirian industri farmasi nasional.

Senada, Amin Ak dari Fraksi PKS juga menyoroti perlunya perbaikan tata kelola dan pengendalian risiko dalam roadmap jangka panjang Bio Farma. Ia mengingatkan bahwa tanpa penerapan good corporate governance (GCG), berbagai rencana strategis akan sia-sia.

Roadmap bagus, tapi akan percuma kalau GCG tidak diterapkan dengan sungguh-sungguh. Kasus fraud bisa langsung menghancurkan semuanya,” ujar Amin.

Ia juga mengkritik kinerja anak usaha, PT Indofarma Tbk. (INAF), yang dinilai belum optimal akibat lemahnya manajemen risiko aset. Menurutnya, kerugian kerap muncul akibat cadangan kerugian stok, piutang macet, dan produk yang kedaluwarsa atau tidak laku di pasar.

Perlu perencanaan produk yang matang agar tidak rugi hanya karena stok menumpuk atau tidak terserap pasar,” pungkasnya.

Share This Article