Sejumlah pejabat bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, menilai bahwa kesepakatan sementara antara AS dan China untuk menurunkan tarif masih akan memberikan tekanan terhadap perekonomian, khususnya dari sisi inflasi dan pertumbuhan.
Gubernur Federal Reserve, Adriana Kugler, menyampaikan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan sejak era pemerintahan Trump berpotensi memicu inflasi lebih tinggi dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, meski saat ini terdapat pemangkasan tarif terhadap produk China.
“Kebijakan perdagangan terus berubah, bahkan sesering pagi ini,” ujarnya dalam sambutan di sebuah acara di Dublin, dikutip dari Bloomberg, Selasa (13/5/2025). Kugler menegaskan bahwa meski tarif telah diturunkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan tetap signifikan.
Dia menambahkan, jika tarif masih bertahan jauh di atas level awal tahun, dampaknya tetap akan terasa dalam bentuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat.
Sementara itu, Presiden Federal Reserve Chicago, Austan Goolsbee, dalam wawancara dengan New York Times, menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi dampak jangka panjang dari lingkungan tarif saat ini. Ia menilai bahwa sifat sementara dari kesepakatan ini belum cukup untuk menghilangkan risiko perlambatan ekonomi.
Kebijakan suku bunga acuan The Fed sendiri tetap dipertahankan dalam tiga pertemuan terakhir. Menurut Kugler, keputusan tersebut mencerminkan kehati-hatian The Fed terhadap potensi risiko inflasi. “Kami melihat perlunya mempertahankan kebijakan yang cenderung membatasi, sambil terus memantau arah pergerakan inflasi dan ketenagakerjaan,” kata Kugler.
Dalam sesi tanya jawab, Kugler menekankan bahwa meskipun kesepakatan perdagangan AS-China merupakan langkah maju, level tarif antara kedua negara masih tinggi. Ia memprediksi tekanan harga dan perlambatan ekonomi tetap terjadi, namun tidak sebesar sebelum kesepakatan diumumkan. “Arah kebijakan belum berubah, yang berubah mungkin hanya skalanya,” jelasnya.
Sebagai informasi, AS dan China sepakat untuk menurunkan tarif secara sementara demi membuka ruang menuju perjanjian perdagangan yang lebih luas. AS akan memangkas tarif atas produk China menjadi 30% dari sebelumnya 145%, sedangkan China menurunkan bea masuk produk AS menjadi 10% dari sebelumnya 125%.
Dampak Guncangan Pasokan
Kugler memperingatkan bahwa kebijakan tarif ini berisiko menciptakan guncangan pasokan negatif, yang dapat menggerus pertumbuhan ekonomi dan daya beli konsumen. “Tarif dapat menurunkan investasi bisnis, menurunkan produktivitas, dan menekan permintaan tenaga kerja,” ujarnya.
Menurutnya, penurunan permintaan secara menyeluruh juga bisa menekan inflasi, meskipun efek tersebut belum tentu cukup kuat untuk menetralkan dampak inflasi dari sisi pasokan. Kugler menyebut kondisi ketenagakerjaan di AS saat ini “relatif stabil,” tetapi kemajuan dalam menekan inflasi sudah mulai melambat sejak pertengahan tahun lalu.
Berdasarkan data survei seperti Beige Book dan indikator lainnya, ia menyimpulkan bahwa tarif telah memengaruhi perilaku konsumsi dan investasi, serta membentuk ekspektasi dan sentimen pasar yang lebih hati-hati.