Taiwan Buka Peluang Hidupkan Kembali Pembangkit Nuklir, Imbas Permintaan Energi dan Ketegangan Geopolitik

2 Min Read

Taiwan secara resmi merevisi rancangan undang-undang (RUU) tenaga nuklir, membuka jalan bagi diaktifkannya kembali pembangkit listrik tenaga atom di negara tersebut. Revisi ini mencerminkan perubahan arah kebijakan energi Taiwan di tengah lonjakan permintaan listrik dan meningkatnya tekanan geopolitik, terutama dari China.

Ketua Legislatif Han Kuo-yu menjelaskan bahwa dalam amandemen terbaru, pembangkit nuklir yang sebelumnya hanya diizinkan beroperasi selama 40 tahun kini dapat memperpanjang masa operasionalnya hingga 20 tahun. Operator juga diperbolehkan mengajukan perpanjangan sebelum atau setelah lisensi mereka berakhir.

- Advertisement -

Isu keamanan energi menjadi sangat krusial bagi Taiwan, terutama karena negara tersebut berupaya menghentikan ketergantungannya pada energi nuklir, namun di saat yang sama menghadapi tekanan dari dua sisi: meningkatnya kebutuhan listrik sektor teknologi, khususnya industri semikonduktor, dan dominasi impor bahan bakar fosil yang rentan gangguan.

RUU ini disahkan hanya beberapa hari sebelum reaktor nuklir terakhir Taiwan dijadwalkan nonaktif pada 17 Mei 2025. Meskipun penutupan tersebut tetap berjalan, hasil pemungutan suara awal pekan ini menjadi sinyal kuat bahwa Taiwan bersiap menyelaraskan diri dengan tren global yang kembali melirik energi nuklir sebagai solusi rendah karbon untuk kebutuhan listrik masa depan.

Perdana Menteri Taiwan, Cho Jung-tai, dalam sebuah siniar lokal mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan menghalangi jika reaktor yang telah dinonaktifkan kembali diaktifkan—dengan syarat amandemen hukum disetujui. Namun, ia menekankan bahwa akan dibutuhkan waktu setidaknya 3,5 tahun untuk peninjauan keselamatan, berdasarkan estimasi dari perusahaan listrik milik negara, Taipower.

- Advertisement -

Kendati demikian, dalam pernyataan resmi yang dikutip Bloomberg pada Sabtu (17/5/2025), kabinet Taiwan menyatakan belum memiliki rencana konkret untuk mengevaluasi atau memulai kembali pengoperasian reaktor. Pasalnya, rincian peraturan pelaksana dari undang-undang baru tersebut masih dalam tahap perumusan.

Kembalinya opsi tenaga nuklir dipandang sebagai cara strategis untuk memangkas ketergantungan Taiwan pada gas alam cair (LNG) impor, yang rentan terganggu jika terjadi konflik atau blokade laut dari China. Selain itu, langkah ini diproyeksikan akan memperkuat ketahanan energi nasional, mengingat konsumsi listrik Taiwan diperkirakan meningkat hingga 13% pada akhir dekade ini, seiring pesatnya adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI).

Share This Article