Bank Indonesia resmi memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 20—21 Mei 2025. Keputusan tersebut langsung disambut positif oleh pasar dan diyakini menjadi katalis penting bagi sejumlah sektor saham, mulai dari perbankan, properti, otomotif, hingga konsumer.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20 dan 21 Mei 2025 memutuskan menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025).
Selain BI Rate, suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 4,75%, sementara Lending Facility tetap dipertahankan di 6,25%.
Perry menjelaskan, langkah ini sejalan dengan proyeksi inflasi 2025–2026 yang tetap rendah dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Pasar Saham Merespons Positif, IHSG dan Dana Asing Menguat
Respon pasar langsung terlihat dari penguatan IHSG sebesar 0,67% atau 47,86 poin ke level 7.142,46 pada penutupan perdagangan Rabu (21/5/2025). Sepanjang tahun berjalan (year-to-date), IHSG sudah naik 0,88%.
Tak hanya itu, aliran dana asing masuk ke pasar saham juga mencatatkan net buy senilai Rp960 miliar pada hari yang sama.
Felix Darmawan, Ekonom Panin Sekuritas, mengatakan bahwa penurunan suku bunga ini menjadi sinyal kuat bagi investor. Saham-saham bank besar langsung melonjak usai pengumuman.
“Ada tiga alasan utama pemangkasan ini: perlambatan ekonomi domestik, inflasi yang tetap terkendali, dan penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir,” kata Felix.
Manfaat ke Sektor Riil: Properti, Otomotif, Konsumer
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai penurunan suku bunga acuan BI membuka ruang pertumbuhan ekonomi yang lebih luas. Ia menyebut langkah BI sejalan dengan kebijakan pelonggaran moneter di negara lain seperti China dan Eropa.
“Secara umum, ini menguntungkan sektor perbankan karena cost of fund menurun, sementara sektor properti terdorong oleh meningkatnya permintaan KPR dan KPA,” jelas Nafan.
Di sektor manufaktur, biaya pinjaman yang lebih murah berpotensi meningkatkan produksi dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Sementara itu, Martha Christina, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, menyebut bahwa efek domino dari penurunan BI Rate sangat terasa pada saham bank, properti, dan otomotif.
“Net interest margin (NIM) bank akan membaik. Untuk sektor otomotif, kredit kendaraan bisa kembali tumbuh setelah sebelumnya tertekan oleh lemahnya daya beli dan tingginya bunga pinjaman,” ujar Martha.
Optimisme Pasar Tetap Diiringi Tantangan Eksternal
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menyambut baik keputusan BI, apalagi di tengah perlambatan ekonomi domestik. Menurutnya, penurunan suku bunga akan meningkatkan konsumsi, pinjaman, serta mendorong daya beli masyarakat.
“Dengan BI Rate yang lebih rendah, harga saham akan naik karena investor mulai mengalihkan dana ke aset-aset berisiko seperti saham,” ucap Nico.
Ia juga menilai bahwa sektor yang paling terdongkrak adalah perbankan, properti, otomotif, dan konsumer.
Namun demikian, Nico mengingatkan bahwa tantangan eksternal tetap ada, seperti ketidakpastian tarif impor AS dan tensi geopolitik global. Potensi tekanan inflasi juga masih membayangi.
Meski begitu, ia yakin penurunan suku bunga ini akan menarik minat investor asing dan memperkuat kinerja pasar saham maupun obligasi Indonesia.
“Keputusan BI adalah bentuk dukungan nyata terhadap perekonomian nasional dan sangat dinanti oleh pelaku pasar,” pungkas Nico.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.