Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyampaikan bahwa Amerika Serikat telah menyatakan komitmennya untuk meninjau permintaan Malaysia terkait pengurangan tarif ekspor secara simpatik. Pernyataan tersebut disampaikan di tengah meningkatnya intensitas hubungan strategis Malaysia dengan China.
Mengutip laporan Bloomberg pada Kamis (22/5/2025), Anwar menegaskan bahwa kedekatan Malaysia dengan Beijing tidak menjadi hambatan dalam menjalankan diplomasi ekonomi dengan Washington. Ia merujuk pada kunjungan kenegaraan Presiden China Xi Jinping ke Malaysia pada April lalu, yang menghasilkan 31 kesepakatan bilateral, tanpa menimbulkan keberatan dari pihak AS.
“Di tengah negosiasi kami dengan Amerika Serikat, kami tetap menyambut Presiden Xi Jinping tanpa rasa ragu. Kami senang karena kehadiran beliau tidak pernah dijadikan masalah oleh AS,” ujar Anwar dalam konferensi pers di Putrajaya.
Malaysia kini sedang mengupayakan penghapusan total tarif ekspor ke Amerika Serikat, yang sebelumnya dikenakan sebesar 24% selama masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Sebagai timbal balik, Washington mengajukan beberapa syarat, antara lain penurunan defisit perdagangan, penghapusan hambatan nontarif, serta jaminan bahwa teknologi asal AS tidak dialihkan ke pihak ketiga atau investasi lain.
“Amerika Serikat telah berjanji untuk menelaah proposal kami secara simpatik dan terus memberikan pembaruan kepada kami,” kata Anwar.
Tahun ini, Malaysia menjabat sebagai Ketua ASEAN dan akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi regional pertama yang mempertemukan negara-negara Asia Tenggara, China, serta blok Timur Tengah. Perdana Menteri China, Li Qiang, dijadwalkan hadir dalam forum tersebut di Kuala Lumpur.
Meski demikian, Malaysia ikut terseret dalam ketegangan teknologi antara Amerika Serikat dan China. Pekan ini, pemerintah sempat mengumumkan pembangunan sistem kecerdasan buatan (AI) nasional yang ditenagai oleh chip buatan Huawei Technologies Co. Namun, keesokan harinya, Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Industri menarik kembali pernyataan tersebut, dengan menyatakan bahwa proyek itu merupakan inisiatif swasta, bukan program pemerintah.
“Sebagai negara berdaulat, kami menegaskan bahwa kebijakan luar negeri kami sangat independen. Prioritas kami adalah kepentingan nasional,” tegas Anwar.