Wall Street Melemah Tipis Usai RUU Pajak Trump Disahkan, Nasdaq Justru Menguat

2 Min Read

Bursa saham Amerika Serikat ditutup bervariasi pada Kamis (22/5/2025), di tengah penurunan imbal hasil obligasi pemerintah setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja yang diusulkan Presiden Donald Trump.

Mengutip Reuters, Jumat (23/5/2025), indeks S&P 500 terkoreksi tipis sebesar 4,89 poin atau 0,08% ke posisi 5.839,72. Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average juga turun 11,37 poin atau 0,03% ke level 41.849,07. Berbeda dengan keduanya, Nasdaq Composite justru ditutup menguat 45,56 poin atau 0,27% ke posisi 18.923,23.

- Advertisement -

Saham-saham teknologi berkapitalisasi besar (megacap) seperti Nvidia, Amazon, dan Tesla mencatatkan kenaikan. Saham Alphabet bahkan menyentuh level tertinggi dalam hampir tiga bulan terakhir. Penguatan signifikan juga diraih oleh saham Snowflake setelah perusahaan cloud computing tersebut menaikkan proyeksi pendapatan produk untuk tahun fiskal 2026. Sebaliknya, saham Analog Devices melemah meskipun mencatatkan hasil kuartalan yang melebihi ekspektasi analis.

Sebelumnya, kekhawatiran mengenai defisit fiskal AS telah memicu lonjakan imbal hasil obligasi, yang membebani kinerja saham. Namun, pada Kamis, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun turun 5,4 basis poin ke level 4,543%, setelah sempat menyentuh titik tertingginya sejak Februari.

RUU pajak yang disetujui oleh DPR AS—yang saat ini dikuasai oleh Partai Republik—dipandang sebagai langkah pemenuhan sejumlah janji kampanye Trump. Meski demikian, Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan kebijakan ini bisa menambah utang nasional hingga US$3,8 triliun dalam sepuluh tahun ke depan.

- Advertisement -

Di luar isu fiskal, pelaku pasar juga mencermati potensi dampak kebijakan tarif Trump terhadap inflasi dan harga konsumen. George Young, mitra sekaligus manajer portofolio di Villere & Co, New Orleans, mengatakan bahwa RUU pajak menjadi sorotan utama saat ini, namun tarif dan suku bunga merupakan dua faktor krusial yang lebih luas dampaknya.

“Pasar tidak menyukai ketidakpastian. Kini kita menghadapi tekanan dari kebijakan tarif serta kondisi pasar obligasi yang sangat dipengaruhi oleh dinamika politik dan global,” jelas Young.

Share This Article