Persib Bandung, juara Liga 1 dalam dua musim terakhir, berencana mengikuti jejak Bali United untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Rencana ini diungkapkan oleh CEO PT Persib Bandung Bermartabat, Glenn Sugita, saat perayaan juara Maung Bandung pada Sabtu (24/5/2025).
Glenn menjelaskan bahwa keberhasilan Persib meraih gelar juara Liga 1 secara berturut-turut menjadi salah satu tolok ukur utama dalam rencana tersebut. Selain itu, secara manajerial, Persib kini dinilai memiliki struktur bisnis dan pengelolaan yang jauh lebih sehat dibandingkan beberapa tahun terakhir.
“Kini kondisi klub lebih sehat, baik dari sisi manajemen maupun bisnis. Oleh karena itu, langkah menuju IPO bukan sekadar mimpi, melainkan sesuatu yang realistis untuk segera diwujudkan,” ujarnya dikutip dari laman resmi Persib.
Langkah Persib melepas saham ke publik melalui IPO merupakan bagian dari transformasi ‘Pangeran Biru’ menjadi entitas olahraga profesional yang modern dan transparan. Jika terlaksana, Persib akan menjadi klub kedua dari Liga Indonesia yang tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia, menyusul PT Bali Bintang Sejahtera Tbk. (BOLA) — pengelola Bali United — yang telah melantai sejak 17 Juni 2019.
Catatan Kesuksesan IPO Bali United di Bursa
Berdasarkan data Bisnis, PT Bali Bintang Sejahtera Tbk. resmi mencatatkan sahamnya di BEI pada 17 Juni 2019 sebagai perusahaan publik ke-632. Saham dengan kode BOLA tersebut melepas 2 miliar lembar saham atau 33,33% dari total saham dengan harga penawaran perdana Rp175 per saham, menghasilkan dana segar sekitar Rp350 miliar.
Dengan IPO ini, Bali United menjadi klub sepak bola pertama di Asia Tenggara yang go public. CEO Bali United, Yabes Tanuri, menilai bahwa pelepasan saham kepada publik membuka peluang lebih luas bagi banyak pihak, termasuk suporter, untuk mendukung visi dan misi klub dalam meraih kesuksesan berkelanjutan di bidang sepak bola dan industri olahraga hiburan secara umum.
Pada masa penawaran umum saham (10–12 Juni 2019), saham BOLA bahkan mengalami oversubscribed hingga 110 kali dari jumlah saham yang dialokasikan untuk masyarakat.
Dana hasil IPO sebagian besar digunakan untuk investasi, memperkuat struktur permodalan anak usaha, dan sisanya untuk modal kerja operasional.
Pergerakan Saham BOLA di Bursa
Sejak melantai di BEI, harga saham Bali United mengalami fluktuasi yang signifikan. Pada hari pertama perdagangan, harga saham langsung melonjak 69,14% ke level Rp296 per lembar, bahkan sempat menyentuh auto rejection atas (ARA). Tahun perdana listing, saham BOLA ditutup pada level Rp318.
Namun, tahun berikutnya harga saham terkoreksi tajam hingga Rp164 per lembar di akhir 2020. Pada 2021, saham BOLA mencapai puncaknya di harga Rp1.110 per lembar, meski kemudian kembali turun ke level Rp284 pada semester pertama.
Lonjakan harga saham BOLA sempat menimbulkan kejutan, bahkan manajemen Bali United mengaku tidak mengaitkan volatilitas tersebut dengan kinerja operasional yang masih mengalami kerugian. Direktur Keuangan Yohanes Ade menyatakan dugaan kenaikan itu lebih dipengaruhi oleh kinerja non-operasional dan aksi investasi perusahaan yang positif.
Pada Agustus 2021, saham BOLA sempat terkena suspensi bursa selama satu hari. Setelah suspensi dicabut, perdagangan saham kembali berlangsung normal dengan minat investor yang masih tinggi.
Namun, harga saham terus terkoreksi hingga menutup 2021 di Rp610 per lembar, turun drastis ke Rp224 di 2022, Rp160 di akhir 2023, dan Rp93 di awal 2025. Pada penutupan perdagangan Senin (26/5/2025), harga saham BOLA naik 6,19% ke Rp103 per lembar, dengan kenaikan mingguan 7,29% dan tiga bulan terakhir 15,73%. Sepanjang tahun berjalan, harga saham BOLA meningkat 11,96%.
Kinerja Keuangan Bali United
Dari sisi kinerja keuangan, Bali United menunjukkan tren penurunan dalam lima tahun terakhir. Pada 2021, perseroan mencatat pendapatan sebesar Rp198,62 miliar—naik 159,91% dibandingkan tahun sebelumnya—dan mencetak laba bersih Rp194,20 miliar.
Tahun | Pendapatan (Rp miliar) | Laba (Rugi) Tahun Berjalan (Rp miliar) |
---|---|---|
2021 | 198,62 | 194,20 |
2022 | 353,13 | 17,97 |
2023 | 363,34 | (1,74) |
2024 | 335,00 | (43,98) |
Kuartal I/2025 | 60,44 | (28,23) |
Setahun kemudian, pendapatan meningkat 84,25% menjadi Rp353,13 miliar, namun laba turun drastis 90,28% menjadi Rp17,97 miliar. Pada 2023, pendapatan masih tumbuh 2,89% menjadi Rp363,34 miliar, tapi perseroan mencatat rugi bersih Rp1,74 miliar.
Pada 2024, pendapatan turun sekitar 7,8% menjadi Rp335 miliar, dan kerugian bertambah besar menjadi Rp43,98 miliar. Di kuartal pertama 2025, pendapatan tercatat Rp60,44 miliar atau naik 6,88%, namun masih mencatat rugi Rp28,23 miliar.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.