Pencairan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN) serta peluncuran berbagai insentif pemerintah yang dijadwalkan pada Juni 2025 diperkirakan akan memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal II-2025. Pertumbuhan ekonomi berpotensi mendekati angka 5% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengungkapkan bahwa saat ini laju pertumbuhan ekonomi masih berada di sekitar 4,8%. Ia menyebutkan, tambahan stimulus dari pemerintah diharapkan mampu mempercepat laju konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi motor utama ekonomi Indonesia dengan kontribusi sekitar 55%.
“Paket insentif yang direncanakan pemerintah diarahkan untuk memperkuat sisi konsumsi rumah tangga,” ujar Faisal saat diwawancarai media, Kamis (29/5).
Faisal menjelaskan bahwa bila insentif dapat dijalankan secara optimal, maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa mengalami percepatan, meskipun ia menekankan bahwa efektivitasnya tetap bergantung pada besaran serta durasi pemberian insentif tersebut.
“Kalau hanya berlangsung dua bulan, misalnya Juni dan Juli, dampaknya tentu terbatas,” tambahnya.
Ia memprediksi, dengan skema insentif yang ada, pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa meningkat tipis menjadi sekitar 4,9%.
Kendati demikian, Faisal menegaskan bahwa pendorong ekonomi bukan hanya konsumsi, melainkan juga perlu mempertimbangkan sektor investasi, ekspor, dan impor yang turut memengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan.
Di sisi lain, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyampaikan bahwa total dana insentif yang disiapkan pemerintah mencapai sekitar Rp 50 triliun, di mana setengah dari jumlah tersebut ditargetkan cair pada bulan Juni 2025.
“Gabungan antara pencairan gaji ke-13 dan insentif lainnya diprediksi akan menjadi pendorong kuat bagi ekonomi kuartal II tahun depan. Pertumbuhan bisa mendekati 5%,” ujar Wijayanto.
Meski demikian, ia juga memberi catatan bahwa dorongan ini hanya bersifat sementara.
“Tanpa adanya insentif yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2025 kemungkinan akan lebih rendah, sekitar satu persen di bawah proyeksi saat ini,” tuturnya.