Proyeksi kebutuhan baja dalam negeri pada tahun 2045 diperkirakan menyentuh angka 100 juta ton. Untuk mewujudkan target tersebut, berbagai tantangan perlu diatasi, seperti kebutuhan sumber daya manusia yang andal, tekanan kompetisi global, serta urgensi pemberian insentif fiskal sebagai bagian dari strategi transformasi industri.
Isu-isu tersebut menjadi pokok pembahasan dalam forum Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025, yang mengangkat tema penguatan industri baja nasional di tengah geliat hilirisasi dan derasnya arus investasi. Acara ini dipandu oleh Akbar Djohan, Ketua Umum Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA), dan menghadirkan sejumlah pembicara dari berbagai kementerian serta pelaku industri strategis.
Dedi Latip, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal dari Kementerian Investasi/Hilirisasi-BKPM, menyoroti pentingnya hilirisasi sebagai strategi peningkatan nilai tambah investasi di sektor baja dan logam lainnya. Dalam paparannya, Dedi mengungkapkan bahwa investasi di sektor logam dasar telah melonjak tajam dari Rp 61,6 triliun pada 2019 menjadi Rp 200,3 triliun pada 2023, sejalan dengan roadmap hilirisasi nasional.
“Industri baja kini menjadi sektor prioritas dan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebagai motor penggerak utama,” ujar Dedi dalam keterangan resmi yang dirilis IISIA, Sabtu (31/5/2025).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyono, menekankan bahwa arah kebijakan industri baja terus diarahkan pada prinsip berkelanjutan. Ia memaparkan empat tantangan utama yang kini dihadapi sektor ini, yakni dekarbonisasi, efisiensi energi, penerapan ekonomi sirkular, serta persoalan kelebihan kapasitas akibat maraknya produk impor.
Pengalaman praktis juga disampaikan oleh perwakilan PT PAL Indonesia dan PT Pindad, yang menekankan urgensi kebijakan pemerintah dalam mendukung pemanfaatan baja nasional untuk mendukung produksi kapal militer dan kendaraan tempur yang efisien dan tahan lama.
Akbar Djohan, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero), mengakhiri sesi dengan penegasan bahwa IISIA siap berperan aktif dalam mempercepat agenda hilirisasi industri baja. Ia menekankan bahwa sinergi dan kolaborasi menjadi kunci dalam memperkuat posisi Indonesia di pasar baja regional.
Lebih lanjut, Akbar menuturkan bahwa ISSEI 2025 bukan sekadar ajang nasional, tetapi juga menjadi forum regional yang melibatkan partisipasi dari negara-negara ASEAN melalui asosiasi South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI). Acara ini diharapkan dapat memperkuat jejaring regional dan membentuk rantai pasok baja yang tangguh serta berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.