Babay Parid Wazdi resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bank Sumut, di tengah bergulirnya penyidikan dugaan korupsi fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex).
Babay sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur UMKM dan Syariah di Bank DKI dan sempat dimintai keterangan terkait kasus yang disebut merugikan negara lebih dari Rp600 miliar.
Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution, mengonfirmasi bahwa ia telah menerima surat pengunduran diri Babay. Namun, Bobby tidak memberikan banyak keterangan lebih lanjut mengenai kaitan pengunduran diri tersebut dengan kasus Sritex, dan menyarankan agar pertanyaan soal alasan pengunduran diri ditujukan langsung kepada Babay.
“Tidak disebutkan secara eksplisit alasannya dalam surat tersebut. Babay hanya menyampaikan keinginan untuk mundur,” ujar Bobby pada Selasa, 3 Juni 2025.
Pengunduran diri Babay disetujui oleh pemegang saham Bank Sumut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang digelar di hari yang sama. Untuk saat ini, posisi Direktur Utama Bank Sumut masih belum terisi, dan Bobby memastikan bahwa pengisian jabatan akan mengikuti prosedur yang berlaku.
“Kita akan tunjuk pelaksana tugas sementara waktu sambil menunggu proses selanjutnya,” tambahnya.
Terkait pemeriksaannya oleh Kejaksaan Agung, Babay menyatakan dukungannya terhadap langkah penyidik dalam mengusut tuntas kasus ini.
Ia diperiksa sebagai saksi atas pemberian kredit kepada PT Sritex saat menjabat sebagai Direktur Kredit UMKM dan Usaha Syariah di Bank DKI pada tahun 2020.
“Saya pribadi dan institusi sangat mendukung upaya aparat hukum dalam memberantas korupsi,” ungkap Babay.
Ia menegaskan bahwa komitmennya terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan transparan adalah bagian dari upaya menjaga integritas lembaga keuangan.
Rencana Penyitaan Aset Sritex oleh Kejagung
Dalam pengembangan kasus ini, Kejaksaan Agung berencana menyita aset-aset milik Sritex sebagai langkah pemulihan kerugian negara.
Namun, proses tersebut akan dilakukan dengan mendahulukan penyelesaian kepailitan perusahaan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pihaknya akan menunggu proses kurator selesai agar hak-hak kreditur, termasuk perbankan dan pekerja, bisa terpenuhi terlebih dahulu.
Menurut Harli, penyidik saat ini masih melakukan pendataan aset Sritex untuk menentukan mana yang bisa disita dan mana yang berada dalam lingkup kepailitan.
“Jika ada kerugian negara yang tidak bisa ditutup dengan aset, maka proses hukum pidana akan dilanjutkan, termasuk kemungkinan pidana penjara bagi pihak yang bertanggung jawab,” jelas Harli.
Ia juga menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan dan penyidik masih memeriksa sejumlah saksi terkait kasus ini. Di antara tersangka yang telah ditetapkan adalah mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, yang juga merupakan Komisaris Utama perusahaan tersebut.
Nasib Buruh Sritex dalam Ketidakpastian
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyuarakan kekhawatiran terkait nasib pesangon mantan pekerja Sritex yang hingga kini belum jelas. Ketua Umum KSPN, Ristadi, menyatakan bahwa ribuan karyawan yang terkena PHK belum menerima hak pesangonnya meskipun perusahaan telah dinyatakan pailit.
“Puluhan ribu mantan karyawan belum mendapatkan kejelasan soal pesangon. Ini menjadi perhatian serius karena proses hukum terhadap manajemen berjalan, namun hak pekerja terbengkalai,” ungkap Ristadi dalam konferensi pers daring pada 30 Mei 2025.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran bahwa penyitaan aset oleh Kejagung bisa berdampak pada tertundanya pembayaran pesangon, terlebih bila terjadi perebutan aset antara negara dan kurator.
“Kalau aset disita untuk menutupi utang negara atau pihak lain, maka peluang pekerja menerima pesangon bisa semakin kecil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ristadi mengungkapkan adanya informasi bahwa Sritex berencana menjalankan skema penyewaan atas aset-asetnya, yang berpotensi menghambat proses lelang dan memperpanjang ketidakpastian nasib buruh.
“Skema ini hanya memperlambat dan memperkeruh situasi, sementara pekerja menanti kejelasan atas hak mereka,” tutupnya.