PT Indika Energy Tbk. (INDY) resmi membagikan dividen tunai kepada pemegang saham pada hari ini, setara dengan 50% dari laba bersih tahun buku 2024. Tak hanya itu, perusahaan juga memenuhi kewajiban pembayaran kupon obligasi global sebesar 8,75% kepada investor asing bermodal jumbo seperti HSBC dan JP Morgan.
INDY mengumumkan pembagian dividen final sebesar US$0,00097 per saham atau total senilai US$5,04 juta (sekitar Rp82,93 miliar), mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia per 19 Mei 2025. Dividen ini setara dengan setengah dari laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk tahun lalu.
Selain dividen, INDY harus menyiapkan dana tahunan sebesar US$30.625 untuk membayar kupon obligasi senilai US$350 juta, yang diterbitkan pada 2024. Obligasi tersebut memiliki peringkat Ba3 dari Moody’s dan BB- dari Fitch dengan prospek stabil, dan menarik minat sejumlah institusi asing papan atas.
Investor terbesar dalam obligasi ini adalah Alliance Bernstein Holding LP, yang menguasai 51.713 efek atau 11,37%. Disusul oleh HSBC Holdings PLC dengan 21.856 efek (4,8%), dan JP Morgan Chase & Co dengan 4.450 efek (0,98%). Di posisi selanjutnya terdapat Lord Abbett & Co LLC (4,19%), AFFIN Hwang Asset Management asal Malaysia (2,96%), serta Eaton Vance Corp dari AS (2,87%).
Siapa Paling Banyak Cuan dari Dividen?
Mengutip laporan tahunan 2024, sejumlah tokoh penting berpotensi menerima dividen dalam jumlah besar. Komisaris INDY Arsjad Rasjid tercatat memiliki 1,21 juta saham (0,02%) dan berpeluang menerima dividen sekitar Rp19,28 juta.
Namun jumlah itu jauh di bawah milik investor ritel Pandri Prabono-Moelyo yang menggenggam 261,4 juta saham (5,02%), dengan potensi dividen sekitar Rp4,17 miliar. Pandri sempat menjabat sebagai Komisaris di Tripatra Engineering dan Direktur Indika Energy pada 2013.
Sementara itu, Komisaris Utama Agus Lasmono memiliki 10,16 juta saham (0,19%) secara langsung dengan estimasi dividen Rp162,1 juta. Namun lewat PT Indika Inti Investindo—salah satu pemegang saham pengendali dengan porsi 37,79% atau 1,97 miliar saham—Agus berpotensi mengantongi dividen jumbo senilai Rp31,43 miliar. Jumlah ini bahkan melampaui dividen total yang diterima oleh investor individu lainnya sebesar Rp19,48 miliar.
Sebagai perbandingan, pemegang saham pengendali PT Teladan Prima Agro Tbk. (TLDN), yaitu PT Teladan Resources, berpotensi menerima dividen Rp23,35 miliar atas kepemilikan 1,46 miliar saham (28,08%).
Kinerja Tertekan, INDY Genjot Diversifikasi Bisnis
INDY mencatatkan laba bersih US$2,89 juta per kuartal I/2025, terjun 85,59% dari US$20,11 juta pada periode yang sama tahun lalu. Pendapatan juga turun 13,7% menjadi US$489,5 juta, seiring anjloknya harga jual rata-rata batu bara dari kontribusi Kideco dan Indika Indonesia Resources.
Meski begitu, kontribusi sektor non-batu bara melonjak menjadi 18%, naik signifikan dari 8,5% pada tahun lalu. Hal ini mencerminkan fokus INDY untuk mempercepat diversifikasi usaha sebagai respons terhadap tren harga batu bara global yang melemah.
Sebagai bagian dari transisi hijau, INDY melalui anak usaha EMITS telah membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas lebih dari 60 MWp di berbagai wilayah. Selain itu, pengembangan wood pellet oleh Indika Nature menjadi bagian dari strategi energi rendah karbon.
Di sektor kendaraan listrik, INDY mendorong pertumbuhan ALVA sebagai motor listrik roda dua unggulan Indonesia. Setelah meluncurkan model terjangkau ALVA N3, INDY juga memperluas penetrasi melalui anak usaha KALISTA yang bekerja sama dengan Pemkot Medan menghadirkan 60 bus listrik ramah lingkungan.
“Selain efisiensi biaya dan peningkatan produktivitas, kami juga fokus pada diversifikasi bisnis, penguatan sinergi antar anak usaha, dan pencarian peluang investasi strategis yang berkelanjutan,” ujar Direktur Utama INDY, Azis Armand.
Untuk 2025, anak usaha batu bara PT Kideco Jaya Agung menargetkan produksi sebesar 30 juta ton, turun dari 30,7 juta ton pada 2024. Harga jual rata-rata kuartal I/2025 tercatat US$52 per ton, turun dari US$59,5 per ton pada tahun sebelumnya.
INDY menetapkan anggaran belanja modal (capex) sebesar US$246 juta tahun ini, dengan prioritas pada pengembangan tambang emas dan bisnis kendaraan listrik. Pada kuartal I/2025, realisasi capex tercatat sebesar US$18,5 juta.