Di tengah pelemahan kinerja sektor perbankan dan rotasi saham yang masih berlangsung, BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan empat saham pilihan untuk kuartal II/2025, yakni BBCA, ICBP, ISAT, dan CTRA. Analis BRI Danareksa, Erindra Krisnawan, menilai keempat emiten tersebut memiliki fundamental yang kuat dan berpeluang diuntungkan dari potensi penguatan rupiah serta sentimen pasar yang membaik.
BRI Danareksa mempertahankan target akhir tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di level 7.350 dengan asumsi pertumbuhan laba per saham (EPS) sebesar 3% dan rasio price to earnings (PE) sebesar 13,7 kali. “Dibandingkan dengan pasar negara berkembang lainnya, IHSG masih atraktif dengan forward PE mencapai 11,8 kali dan potensi pertumbuhan EPS selama 12 bulan ke depan sebesar 4%. Katalis utama berasal dari prospek penguatan rupiah,” ujar Erindra dalam publikasi riset terbaru yang dikutip pada Jumat (6/6/2025).
Rekomendasi beli diberikan pada PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan target harga Rp11.900, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) di Rp14.000, PT Indosat Tbk. (ISAT) Rp3.200, dan Ciputra Development Tbk. (CTRA) sebesar Rp1.600 per saham.
BRI Danareksa juga mencatat peningkatan alokasi dana domestik pada sejumlah sektor. Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan pada Mei 2025, eksposur dana domestik di sektor logam naik 43 basis poin (bps), otomotif 33 bps, dan ritel 20 bps.
Sebaliknya, posisi pada sektor teknologi turun 52 bps, petrokimia berkurang 41 bps, dan barang konsumsi melemah 32 bps. Erindra menambahkan bahwa dana domestik masih terlihat overweight di sektor perbankan dengan kenaikan hingga 564 bps, konsumen 254 bps, telekomunikasi 192 bps, serta ritel 151 bps.
“Mengingat kinerja laba perbankan yang melemah dan posisi kepemilikan yang masih tinggi pada Mei, investor kemungkinan akan mengurangi eksposur sektor ini,” jelasnya.
Laporan kinerja tiga bank BUMN pada April 2025 menunjukkan pelemahan, dengan laba bersih kumulatif selama empat bulan pertama 2025 turun 6,8% year on year (YoY), jauh di bawah konsensus pasar yang memperkirakan pertumbuhan positif 1,3% YoY pada 2025.
Erindra menuturkan sebagian besar bank mengalami penyusutan margin bunga bersih (NIM) akibat turunnya imbal hasil aset dan meningkatnya beban operasional, yang berdampak negatif pada laba operasional sebelum provisi (PPOP). Pertumbuhan kredit melambat pada April, namun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang sedikit lebih cepat membantu mengurangi tekanan pada rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR).
“Kondisi likuiditas yang berpotensi membaik akan menjadi faktor kunci untuk mendukung pemulihan laba pada paruh kedua 2025. Namun, tetap perlu waspada terhadap potensi kenaikan rasio kredit bermasalah,” tutupnya.