Presiden AS Donald Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan moneter Federal Reserve, bahkan mendesak pemangkasan suku bunga sebesar satu poin persentase penuh.
Melalui unggahan di media sosial pada Sabtu (7/6/2025), Trump menyebut Ketua The Fed Jerome Powell dengan julukan sinis “Terlambat Bertindak”. Ia mengklaim keputusan Powell mempertahankan suku bunga tinggi adalah “bencana” bagi perekonomian.
“Terlambat di The Fed adalah bencana! Meski dia tetap ada, negara kita masih hebat. Pangkas satu poin penuh—berikan bahan bakar roket!” tulis Trump.
Desakan Trump untuk menurunkan suku bunga bukan hal baru, tetapi kali ini dianggap ekstrem. Presiden ke-45 AS itu bahkan menyatakan tengah mempertimbangkan calon pengganti Powell yang masa jabatannya akan berakhir pada Mei 2026.
“Akan diumumkan segera,” katanya saat diwawancarai di pesawat kepresidenan Air Force One, tanpa menyebutkan nama. Saat ditanya mengenai mantan Gubernur The Fed, Kevin Warsh, Trump menanggapi singkat, “Dia sangat dihormati.”
Sementara itu, The Fed dijadwalkan menggelar rapat kebijakan pada 17–18 Juni mendatang. Namun, para analis memperkirakan bank sentral AS masih akan mempertahankan suku bunga acuannya. Sejumlah pejabat The Fed menyatakan mereka masih memantau dampak kebijakan ekonomi Trump, termasuk tarif perdagangan, pajak, dan imigrasi, sebelum melakukan perubahan kebijakan moneter.
Pemangkasan suku bunga sebesar 1% dalam satu rapat tergolong sangat langka, kecuali dalam situasi darurat. Kali terakhir langkah drastis itu terjadi pada Maret 2020 saat pandemi Covid-19 melumpuhkan ekonomi global.
Trump Soroti Beban Utang dan Inflasi
Trump menilai mempertahankan suku bunga tinggi justru memberatkan negara karena menaikkan biaya pembayaran utang pemerintah. Ia menyebut, jika Powell memangkas suku bunga, maka beban bunga jangka pendek dan panjang bisa ditekan.
“Inflasi tidak ada. Kalau nanti muncul lagi, tinggal naikkan suku bunga. Sangat sederhana!!!” tulis Trump dalam unggahan lanjutan.
Setelah periode panjang kenaikan suku bunga, rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah AS saat ini mencapai 3,36%, melonjak signifikan dibandingkan sebelum kenaikan. Bahkan, pembayaran bunga utang pada tahun fiskal lalu telah mencapai 3,06% dari PDB — tertinggi sejak 1996.
Ironisnya, meski Trump dan Partai Republik kerap berjanji menekan defisit, RUU pemangkasan pajak yang mereka dorong justru diproyeksi memperlebar defisit anggaran. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan RUU itu akan menambah beban bunga sebesar US$551 miliar dalam 10 tahun, belum termasuk dampak pertumbuhan ekonomi.
The Fed Makin Pasti Tahan Suku Bunga
Di sisi lain, The Fed mengindikasikan keyakinan kuat untuk mempertahankan suku bunga saat ini. Laporan ketenagakerjaan terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS mencatat penciptaan 139.000 lapangan kerja baru pada Mei, meskipun lebih rendah dibanding rata-rata tahunan, namun tetap menunjukkan pelemahan yang bertahap.
Tingkat pengangguran juga tetap stabil di angka 4,2%. Presiden Federal Reserve Philadelphia, Patrick Harker, menyebut data tersebut “solid” dan mendukung langkah mempertahankan kebijakan saat ini.
Para pelaku pasar kini memproyeksikan pemangkasan suku bunga pertama baru akan terjadi pada September, diikuti satu kali lagi pada Desember. Setelah rilis data ketenagakerjaan, ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan ketiga pada tahun ini mulai berkurang.
“Data tenaga kerja yang kuat memperkuat argumen The Fed untuk bersabar,” ujar Scott Helfstein, Kepala Strategi Investasi Global X.
Meski begitu, sebagian analis tetap memperkirakan pelemahan pasar tenaga kerja akan berlanjut akibat tekanan dari tarif dan ketidakpastian kebijakan pemerintah. Sektor manufaktur menjadi salah satu yang paling terdampak, mencatat penurunan terbesar sejak Januari, sementara penciptaan lapangan kerja lebih banyak terjadi di sektor kesehatan.