Tekanan terhadap net interest margin (NIM) perbankan nasional semakin tajam akibat tingginya biaya dana yang tak diimbangi dengan peningkatan pendapatan bunga. Kondisi ini memaksa sejumlah bank besar seperti PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) untuk menyusun ulang strategi agar margin tetap terjaga.
NIM yang terus tergerus dikhawatirkan dapat berdampak pada kestabilan usaha serta menurunkan kemampuan bank dalam menanggung risiko kredit. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per April 2025, NIM industri perbankan turun ke level 4,45%, jauh lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan margin ini juga tercermin pada kinerja laba perbankan, yang hingga Maret 2025 hanya tumbuh 5,79% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp65,46 triliun.
Direktur Utama CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengungkapkan tekanan terhadap NIM sudah berlangsung selama dua tahun terakhir.
“Kami menghadapi tantangan dari kenaikan biaya dana, sementara suku bunga pinjaman belum bisa disesuaikan karena fokus menjaga kualitas aset dan menekan kredit bermasalah,” ujarnya, Selasa (3/6/2025).
CIMB Niaga mencatat NIM sebesar 3,99% pada kuartal I/2025, turun dari rata-rata historis sekitar 5%. Lani memproyeksikan angka tersebut masih akan berada di bawah 4% hingga akhir tahun.
Di sisi lain, BCA mampu mempertahankan NIM di angka 5,8% pada kuartal pertama 2025, meski terjadi penurunan 20 basis poin secara quarter-on-quarter. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F., menyatakan stabilitas ini didukung oleh pengelolaan dana yang efisien serta kekuatan bank dalam layanan transaksi. BCA diketahui memiliki rasio CASA tertinggi di industri, yakni 83%.
Sementara itu, Danamon mencatatkan NIM sebesar 7,1% pada kuartal I/2025. Meski masih di atas rata-rata industri, angka ini turun dari 7,7% pada periode yang sama tahun lalu. Chief Strategy Officer Danamon, Reza Iskandar Sardjono, menekankan bahwa pihaknya tetap berkomitmen pada target kinerja yang sudah ditetapkan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Kami terus mencermati dinamika makroekonomi dan akan menyesuaikan strategi bila diperlukan agar pertumbuhan tetap berkelanjutan,” ujarnya.
Persaingan Dana Semakin Ketat
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebut persaingan pendanaan tidak hanya terjadi antarbank, tetapi juga dengan produk investasi lain di pasar keuangan. Menurutnya, potensi pelonggaran suku bunga acuan Bank Indonesia dapat membuka peluang pemulihan NIM ke depan.
“Stabilitas NIM akan sangat tergantung pada kecepatan dan keseimbangan bank dalam menyesuaikan suku bunga simpanan dan pinjaman,” ungkap Dian.
Akademisi dari Perbanas Institute, Arianto Muditomo, mengingatkan bahwa tekanan jangka panjang terhadap margin bunga bersih bisa menghambat ekspansi kredit dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
“Jika profit bank terus menyusut, maka kemampuan mereka untuk mendorong pembiayaan ke sektor riil juga akan terbatas,” katanya.
Meski demikian, Arianto menilai masih ada peluang pemulihan di paruh kedua 2025 jika perbankan mampu menyusun kembali strategi pembiayaan dan efisiensi biaya. Dukungan kebijakan fiskal, stabilitas makroekonomi, serta arah suku bunga akan menjadi faktor penentu kecepatan pemulihan sektor ini.