Rupiah Melemah ke Rp16.294,5 per Dolar AS, Pasar Cemas Menanti Keputusan Bank Sentral Global

4 Min Read

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tertekan pada pembukaan perdagangan Selasa pagi (17/6/2025). Ketidakpastian global yang disebabkan oleh eskalasi geopolitik di Timur Tengah serta sikap wait and see investor menjelang keputusan bank sentral global menjadi katalis utama pelemahan rupiah.

Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.15 WIB di pasar spot, rupiah terkoreksi 29,5 poin atau 0,18% ke level Rp16.294,5 per dolar AS. Di saat bersamaan, indeks dolar AS naik 0,21 poin ke posisi 98,2, mencerminkan penguatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama.

- Advertisement -

Sehari sebelumnya, pada perdagangan Senin (16/6), rupiah sempat menguat tipis sebesar 38,5 poin atau 0,11% ke level Rp16.265 per dolar AS.

Fokus Tertuju pada Bank of Japan

Dari Jepang, pasar menantikan keputusan Bank of Japan (BoJ) terkait kebijakan moneternya yang akan diumumkan hari ini. Konsensus memperkirakan BoJ akan mempertahankan suku bunga tetap, namun berpotensi memperlambat pembelian obligasi mulai tahun fiskal berikutnya.

Menjelang pengumuman tersebut, yen Jepang menguat tipis ke level 144,70 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah. Analis Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, menyebut BoJ sebagai katalis utama pasar dalam waktu dekat.

- Advertisement -

Pasar kembali fokus pada fundamental dan jadwal bank sentral. BoJ akan menjadi penggerak pasar berikutnya,” ujarnya.

Kong menambahkan bahwa pernyataan Gubernur BoJ Kazuo Ueda terkait inflasi akan menjadi sorotan, khususnya di tengah meningkatnya tensi perdagangan global.

Sentimen Negatif dari Timur Tengah

Situasi geopolitik tetap menjadi beban bagi aset berisiko. Gedung Putih melaporkan Presiden AS Donald Trump akan meninggalkan KTT G7 lebih awal demi menangani perkembangan di Timur Tengah. Ia juga telah memerintahkan National Security Council bersiap dalam situation room.

Sinyal tegas juga datang dari Washington terkait Iran. Trump menyerukan evakuasi warga AS dari Teheran dan kembali menegaskan pentingnya Iran menandatangani kesepakatan nuklir baru dengan AS.

Ketegangan ini mendorong pasar ke mode risk-off, yang ditandai dengan penguatan dolar AS dan pelemahan mata uang berisiko. Dolar Australia turun 0,27% ke US$0,6507, sementara dolar Selandia Baru terkoreksi 0,17% ke US$0,6049. Indeks dolar AS naik tipis ke 98,23.

Situasi di Timur Tengah beberapa hari terakhir meningkatkan ketidakpastian regional. Meski konflik Israel-Iran memasuki fase baru, risiko penyebaran secara global dinilai masih dapat dikendalikan,” tulis analis DBS dalam laporan risetnya.

Pasar Valas Menanti Keputusan The Fed

Secara keseluruhan, pasar valuta asing masih bergerak relatif stabil. Investor lebih memilih bersikap hati-hati menjelang keputusan suku bunga dari sejumlah bank sentral, terutama Federal Reserve AS yang dijadwalkan akan mengumumkan hasil rapat pada Rabu (18/6/2025) waktu setempat.

Pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan. Namun perhatian akan tertuju pada Summary of Economic Projections dan dot plot, yang menjadi indikator arah kebijakan selanjutnya.

Saat ini, ekspektasi pasar masih memprediksi dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Namun saya tidak melihat kemungkinan pemangkasan dalam waktu dekat,” ujar Ronald Temple, Chief Market Strategist di Lazard.

Pergerakan Euro dan Poundsterling

Di sisi lain, euro melemah tipis 0,1% ke US$1,1545, sementara poundsterling Inggris terkoreksi 0,09% ke US$1,3563. Sementara itu, Presiden Trump telah menandatangani kesepakatan penurunan tarif atas sejumlah impor dari Inggris, sebagai bagian dari upaya menuju kesepakatan perdagangan bilateral.

Dengan sejumlah agenda penting bank sentral pekan ini, termasuk keputusan dari The Fed, BoJ, dan Bank of England, volatilitas pasar mata uang global diperkirakan akan meningkat tajam dalam beberapa hari ke depan.

Share This Article