Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan bahwa sekitar 90 persen wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan industri dalam rencana tata ruang belum dimanfaatkan secara optimal. Situasi ini dinilai membuka peluang investasi yang besar di sektor industri nasional.
Direktur Jenderal Tata Ruang ATR/BPN, Suyus Windayana, menyatakan bahwa lahan-lahan industri yang sudah tercantum dalam rencana tata ruang sebenarnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Potensi ini dinilai strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta menarik investor.
“Lebih dari 90 persen lahan industri yang telah tercantum dalam tata ruang belum digunakan. Ini menunjukkan betapa besar peluang investasi yang masih bisa dimaksimalkan di sektor kawasan industri,” jelas Suyus dalam keterangan resmi, Minggu (22/6/2025).
Suyus mencontohkan, di Pulau Sumatera terdapat sekitar 185.412 hektare kawasan industri yang telah direncanakan, namun hanya 13.000 hektare atau sekitar 7 persennya yang saat ini dimanfaatkan. Di Pulau Jawa pun demikian, dari total 350.539 hektare lahan industri, baru sekitar 34.000 hektare yang telah digunakan.
“Meskipun lahan telah dialokasikan dalam Rencana Tata Ruang, tantangan utamanya adalah implementasi di lapangan. Mulai dari proses perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), kesiapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), hingga penguasaan lahannya masih menjadi hambatan yang harus diselesaikan,” lanjutnya.
Ia juga menyoroti berbagai kendala dalam mengoptimalkan pemanfaatan kawasan industri, seperti belum tuntasnya perizinan KKPR, lambatnya integrasi RDTR ke sistem perizinan berusaha OSS (Online Single Submission), serta masalah dalam pembebasan dan pengadaan lahan.
Sebagai langkah percepatan, pemerintah menargetkan penyusunan serta integrasi 2.000 RDTR ke dalam sistem OSS. Namun, hingga pertengahan tahun 2025, baru 367 RDTR yang berhasil terintegrasi, sementara sisanya masih dalam tahap digitalisasi dan penyesuaian teknis.