PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI), produsen etanol dengan merek dagang Molindo, menyampaikan optimisme untuk memulihkan kinerja di tahun 2025. Perseroan menargetkan pendapatan bersih sebesar Rp1,44 triliun, atau tumbuh sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur MOLI, Donny Winarno, menyatakan bahwa proyeksi positif tersebut didorong oleh ekspansi pasar ekspor, diversifikasi segmen, serta peluang dari penggunaan bioetanol untuk kebutuhan Bahan Bakar Nabati (BBN).
“Kami melihat permintaan dari pasar ekspor cukup menjanjikan. Selain itu, kami menanti realisasi penggunaan bioetanol di dalam negeri,” ujar Donny dalam paparan publik daring, Selasa (24/6).
Target tahun ini sekaligus mencerminkan upaya MOLI untuk bangkit setelah mengalami tekanan kinerja di 2024. Berdasarkan laporan tahunan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan bersih MOLI pada 2024 tercatat turun 4,86% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1,37 triliun, dari sebelumnya Rp1,44 triliun di 2023.
Penurunan tersebut turut menekan laba bersih yang merosot tajam hingga 84,49% dari Rp83,51 miliar menjadi Rp12,95 miliar.
Direktur Jose G. Tan menjelaskan, kinerja negatif di 2024 disebabkan oleh menurunnya permintaan etanol food-grade berkualitas tinggi, yang berdampak pada pelemahan harga baik di pasar domestik maupun internasional.
“Di saat bersamaan, kami juga menghadapi kenaikan harga bahan baku. Rata-rata harga molasses di semester II 2024 naik sekitar 15%,” jelasnya.
Namun memasuki 2025, Jose menyampaikan bahwa tren mulai menunjukkan perbaikan. Normalisasi harga molasses dan mulai pulihnya harga jual etanol diyakini dapat mendorong pemulihan kinerja MOLI. Optimisme ini tercermin dari kinerja kuartal I-2025, di mana pendapatan naik 19,56% yoy menjadi Rp366,07 miliar. Sementara laba bersih juga tumbuh 28,24% menjadi Rp7,40 miliar.
Strategi perusahaan ke depan mencakup peningkatan efisiensi operasional, ekspansi pasar ekspor, serta pengembangan produk baru.
“Kami akan fokus pada pasar niche dengan permintaan etanol berkualitas tinggi, termasuk untuk segmen minuman dan energi,” kata Donny.
Meski demikian, Donny juga menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi industri, seperti oversupply domestik, kebijakan bebas bea masuk etanol dari Pakistan, dan regulasi ekspor yang belum maksimal. Oleh karenanya, MOLI akan lebih fokus pada pasar ekspor dengan margin lebih tinggi.
Ia juga menambahkan bahwa faktor eksternal seperti penguatan nilai tukar dolar AS serta komitmen pemerintah dalam mendorong pemanfaatan bioetanol menjadi peluang strategis yang bisa dimaksimalkan MOLI.
Untuk mendukung rencana ekspansi dan peningkatan kualitas produksi, MOLI mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp80 miliar di 2025. Dana ini akan difokuskan pada modernisasi fasilitas manufaktur, peningkatan efisiensi, serta kegiatan riset dan pengembangan produk.
“Investasi ini kami arahkan untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang perusahaan,” ujar Jose.
Sebagai pembanding, pada 2024 MOLI menganggarkan capex senilai Rp30 miliar, dengan realisasi sebesar Rp19,4 miliar. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk perbaikan dan peningkatan efisiensi peralatan produksi.