JP Morgan meningkatkan peringkat saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG), perusahaan investasi milik Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga Uno, seiring dengan prospek pertumbuhan nilai aset bersih (NAV) dan potensi keuntungan dari kinerja anak-anak usahanya, terutama di tengah lonjakan penjualan emas.
Dalam laporan yang dirilis melalui Bloomberg pada Selasa (24/6/2025), bank investasi asal Amerika Serikat tersebut mengubah pandangan terhadap saham SRTG dari neutral menjadi overweight efektif sejak pekan lalu (18/6/2025). Meski demikian, target harga saham diturunkan dari Rp2.500 menjadi Rp2.300 hingga Desember 2026.
“Kami menaikkan peringkat Saratoga menjadi overweight, dengan target harga Desember 2026 sebesar Rp2.300, yang mengindikasikan potensi kenaikan sekitar 39%,” tulis analis Henry Wibowo dan timnya dalam laporan tersebut.
Diskon NAV dan Kepemilikan Emas Dorong Pandangan Positif
Optimisme JP Morgan terhadap Saratoga didasarkan pada sejumlah faktor utama, termasuk diskon NAV yang menarik, eksposur tidak langsung terhadap emas melalui kepemilikan saham di PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), serta penyertaan baru di PT Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Saat ini, saham SRTG diperdagangkan dengan diskon sekitar 60% terhadap NAV, jauh lebih dalam dibandingkan diskon sekitar 35% pada awal 2025. “Hal ini terutama disebabkan oleh pemulihan harga saham perusahaan portofolio seperti MDKA, sementara SRTG masih tertinggal,” tulis JP Morgan.
Per 18 Juni, saham MDKA tercatat naik 38% secara year-to-date (YtD), sedangkan saham SRTG justru melemah 21% pada periode yang sama. “Kami menilai harga Rp1.655 per saham saat ini adalah titik masuk menarik, mencerminkan diskon 56% terhadap estimasi NAV kami sebesar Rp3.800 per saham,” tulis laporan tersebut.
Menurut data Bloomberg, saham SRTG ditutup di level Rp1.600 pada Selasa (25/6). Konsensus analis menetapkan target harga rata-rata sebesar Rp2.725, dengan potensi kenaikan sekitar 70,3%. Seluruh enam perusahaan sekuritas yang mencakup SRTG saat ini merekomendasikan beli (buy).
Kontribusi MDKA dan AADI Jadi Penopang Kinerja
JP Morgan juga menyoroti bahwa Saratoga memperoleh manfaat tidak langsung dari kenaikan harga emas melalui kepemilikan 20% saham di MDKA, yang kini bergantung besar pada bisnis emasnya. Sekitar 45% EBITDA konsolidasi MDKA dan 70% dari laba bersihnya berasal dari sektor emas.
“Sejak awal kuartal, harga saham MDKA melonjak 56% karena menjadi salah satu cara terbaik untuk menikmati reli harga emas di Indonesia, yang kini telah menembus US$3.350/oz atau naik 29% secara YtD,” tulis laporan tersebut.
JP Morgan memperkirakan produksi emas MDKA bisa melonjak lebih dari dua kali lipat pada 2027, dari 116.000 oz pada 2024, didorong oleh peluncuran proyek Pani.
Saratoga juga memiliki 14% saham di AADI, entitas baru hasil pemisahan bisnis batubara termal dari PT Alamtri Resources Indonesia (ADRO), serta mempertahankan kepemilikan 16% saham di ADRO itu sendiri.
Penyesuaian Target Harga dan Tantangan Makro
Meski menaikkan rating, JP Morgan menurunkan target harga SRTG dari Rp2.500 menjadi Rp2.300 karena beberapa pertimbangan. Pertama, revisi nilai wajar untuk portofolio yang tercakup, seperti MDKA, ADRO, dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG). Kedua, penyesuaian mark-to-market untuk portofolio saham tercatat yang belum tercakup dalam cakupan analis.
Selain itu, JP Morgan meningkatkan diskon terhadap valuasi sum-of-the-parts (SOTP) dari 30% menjadi 40%, mencerminkan kondisi makro yang kurang kondusif, termasuk proyeksi pertumbuhan PDB yang melambat ke 4,9% dari 5,0% tahun sebelumnya.
“Kami melihat potensi penurunan diskon SOTP akan terjadi bila SRTG mampu melakukan aksi korporasi yang membuka nilai lebih dari portofolio anak usahanya,” tambah JP Morgan.
Meski target harga disesuaikan turun, JP Morgan tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang Saratoga. Perusahaan ini dinilai sebagai konglomerasi unik di Indonesia, dengan eksposur yang terdiversifikasi pada sektor-sektor strategis seperti energi, logam, telekomunikasi, pusat data, otomotif, hingga layanan kesehatan.
“… didukung oleh pendekatan neraca yang hati-hati [rasio utang bersih terhadap ekuitas di bawah 5% pada kuartal I/2025] dan rekam jejak manajemen yang solid di bawah kepemimpinan keluarga Soeryadjaya,” tulis laporan tersebut.