Saham SMRA Tertekan, Analis Tetap Rekomendasikan Beli Berkat Potensi Jangka Panjang

5 Min Read

Saham PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) ditutup melemah 2,65% ke level Rp368 per saham pada perdagangan Rabu (25/6/2025). Sejak awal tahun, saham emiten properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak Mei 1990 ini telah terkoreksi sebesar 27,84%.

Harga tersebut nyaris menyentuh titik terendah dalam lima tahun terakhir, yakni Rp352 per lembar yang tercatat pada 8 April 2025. Namun, dengan valuasi yang relatif “murah” dan strategi ekspansi lahan yang agresif, prospek jangka panjang SMRA dinilai masih layak dipantau oleh investor.

- Advertisement -

Mengutip data dari Bloomberg, mayoritas analis tetap optimistis terhadap saham SMRA. Dari total 21 analis yang mengulas saham ini, sebanyak 18 di antaranya merekomendasikan beli (buy), sementara tiga sisanya menyarankan untuk mempertahankan (hold). Kapitalisasi pasar SMRA saat ini tercatat sekitar Rp6 triliun.

Konsensus target harga untuk 12 bulan ke depan berada di level Rp585 per saham, mencerminkan potensi imbal hasil sekitar 59,1% dari harga penutupan terakhir.

Laba Anjlok, Prapenjualan Lesu

Sentimen pasar terhadap saham SMRA juga dipengaruhi oleh kinerja keuangan kuartal I/2025 yang menurun signifikan. Perusahaan membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp238,22 miliar, turun 46% secara tahunan (YoY) dari Rp441,39 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

- Advertisement -

Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya beban operasional di tengah pendapatan yang nyaris stagnan. Pendapatan neto SMRA pada kuartal I/2025 tercatat sebesar Rp2,10 triliun, sedikit menurun dari Rp2,13 triliun pada kuartal I/2024.

Sementara itu, marketing sales atau prapenjualan hanya mencapai Rp877 miliar, sekitar 18% dari target tahunan sebesar Rp5 triliun.

Dalam riset tertanggal 24 Juni, analis KB Valbury Sekuritas Steven Gunawan mencatat bahwa prapenjualan turun 48,6% dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar Rp1,7 triliun, seiring konsentrasi peluncuran produk baru yang tertunda akibat transisi pemerintahan.

Meski demikian, manajemen SMRA menargetkan pertumbuhan marketing sales sebesar 14,5% YoY menjadi Rp5 triliun, setelah mencatat penurunan 3,4% pada tahun 2024 yang lalu.

“Proyek Summarecon Crown Gading diharapkan mendapat dorongan dari infrastruktur baru seperti tol Cibitung–Cilincing dan Cimanggis–Cibitung yang menghubungkan Jagorawi dan Jakarta–Cikampek,” kata Steven.

Meski ada potensi jangka panjang, Valbury memperkirakan pertumbuhan properti SMRA melambat pada 2025. Segmen rumah dan ruko diproyeksikan turun 33% menjadi Rp4,5 triliun, sementara segmen apartemen dan perkantoran masing-masing diprediksi menurun 22,8% dan 43%. Sebaliknya, pendapatan berulang seperti dari pusat perbelanjaan diperkirakan naik 3,9% menjadi Rp3,2 triliun.

Dengan proyeksi tersebut, Steven tetap merekomendasikan beli untuk saham SMRA dengan target harga Rp470 per saham. Ia menyebut harapan penurunan suku bunga dan perpanjangan insentif pajak akan menjadi katalis positif bagi industri properti ke depan.

Belanja Modal dan Ekspansi Lahan

Untuk mendukung ekspansi bisnis dan mengejar target 2025, SMRA mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp2 triliun.

Direktur SMRA Lydia Tjio menjelaskan bahwa capex ini akan digunakan untuk dua hal utama: sekitar Rp1 triliun untuk penambahan cadangan lahan (landbank), dan Rp1 triliun untuk pengembangan properti investasi seperti pusat perbelanjaan dan hotel.

Proyek yang sedang dikembangkan antara lain tahap dua Summarecon Mall Bekasi, Summarecon Mall Makassar, dan pembangunan hotel di Serpong. SMRA juga bersiap merilis produk-produk properti baru di sejumlah kawasan township yang dikelola.

Ekspansi terbesar terjadi di kawasan Summarecon Serpong, di mana SMRA mendirikan dua perusahaan patungan dan mengakuisisi lahan seluas lebih dari 120 hektare senilai total Rp3,65 triliun pada 17 Juni 2025.

Akuisisi dilakukan dalam dua tahap, yakni lahan 100,55 ha di kawasan Pakulonan Barat dan sekitarnya senilai Rp3,02 triliun, serta lahan 21,18 ha di Desa Cihuni senilai Rp635,64 miliar. Pembayaran dilakukan secara bertahap hingga tahun 2028.

“Perluasan area pengembangan proyek di Summarecon Serpong akan memperkuat posisi perseroan dalam bersaing dengan pengembang lain di kawasan tersebut,” ungkap manajemen SMRA.

Perlu dicatat, kawasan Serpong menyumbang sekitar 51% terhadap total pendapatan SMRA pada kuartal I/2025, menurut data Valbury Sekuritas. Adapun, per Maret 2025, Summarecon memiliki total landbank seluas 2.063 hektare, dengan 1.619 ha dimiliki langsung dan sisanya melalui kepemilikan minoritas.

Share This Article