Impor Melemah, Harga Batu Bara Tertekan: China dan India Beralih ke Kualitas Tinggi

3 Min Read

Harga batu bara kembali melemah pada perdagangan Rabu (24/6/2025), dipicu oleh penurunan permintaan dari dua negara importir utama—China dan India—yang mulai mengalihkan pembelian ke batu bara berkalori tinggi. Selain itu, ekspor batu bara kokas global juga mencatat penurunan.

Berdasarkan data Bursa Newcastle, harga batu bara kontrak Juni 2025 stagnan di level US$106,6 per ton. Sementara itu, kontrak Juli 2025 turun US$0,8 menjadi US$109,1 per ton, dan kontrak Agustus 2025 juga terkoreksi US$0,8 ke US$110,8 per ton.

- Advertisement -

Di Bursa Rotterdam, kontrak Juni 2025 melemah US$0,3 ke US$103,2 per ton, namun kontrak Juli dan Agustus justru menguat masing-masing sebesar US$0,85 dan US$1,05, menjadi US$104,1 dan US$104,7 per ton.

China–India Pangkas Impor dari Indonesia

Mengutip Reuters, China dan India—dua konsumen batu bara terbesar dunia—terpantau memangkas drastis impor dari Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari strategi efisiensi energi, dengan beralih ke batu bara berkalori tinggi yang dinilai lebih ekonomis meski harganya lebih mahal.

Menurut Vasudev Pamnani, Direktur I-Energy Natural Resources, satu juta ton batu bara berkalori tinggi dapat menggantikan 1,2–1,5 juta ton batu bara kalori rendah asal Indonesia.

- Advertisement -

Di China, persaingan semakin ketat karena pasokan batu bara murah dari Rusia mulai membanjiri pasar dengan kualitas serupa. Analis Kpler, Zhiyuan Li, menyebut batu bara Indonesia kini makin tertekan di tengah maraknya diskon dari negara pesaing. Di sisi lain, Australia juga mulai merebut kembali pangsa pasarnya di China sejak harga batubaranya menurun signifikan sejak Oktober 2023.

Impor Menurun, Ekspor Indonesia Tergerus

Secara keseluruhan, impor batu bara China dalam lima bulan pertama 2025 turun nyaris 10% menjadi 137,4 juta ton, sedangkan India mencatat penurunan lebih dari 5% ke 74 juta ton. Akibatnya, ekspor batu bara Indonesia ke China dan India masing-masing menyusut 12,3% dan 14,3%, dengan total ekspor nasional sepanjang Januari–Mei 2025 turun 12% menjadi 187 juta ton, menurut data Kpler.

Sebagai respons, sejumlah produsen batu bara dalam negeri mulai mengalihkan fokus ke pasar domestik. Aspindo (Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia) memperkirakan pengiriman lokal akan meningkat 3% tahun ini, sementara ekspor turun sekitar 10%.

Peningkatan konsumsi dalam negeri sebagian besar ditopang oleh permintaan dari industri smelter nikel. Menurut data pemerintah, porsi penggunaan domestik diproyeksikan mencapai 48,6% dari total pasokan nasional—angka tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Batu Bara Kokas Juga Melemah

Tak hanya batu bara termal, pasar batu bara kokas global juga turut lesu. BigMint melaporkan bahwa ekspor batu bara metalurgi ini turun 1,4% YoY menjadi sekitar 139 juta ton sepanjang Januari–Mei 2025.

Kondisi ini disebabkan oleh penurunan produksi baja global, lesunya harga logam, tarif impor yang membebani perdagangan, dan permintaan baja yang lemah terutama dari China. Selain itu, tingginya harga energi di kawasan Uni Eropa turut menekan industri baja sebagai konsumen utama batu bara kokas.

Share This Article