Pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah anggota Kongres tengah menyoroti kesepakatan antara Apple dan Alibaba terkait integrasi fitur kecerdasan buatan (AI) berbasis Alibaba ke dalam perangkat iPhone yang dijual di pasar Tiongkok. Perhatian ini muncul seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap risiko keamanan nasional dan privasi pengguna.
Menurut laporan TechCrunch, Senin (19/5/2025), Gedung Putih dan anggota House Select Committee on China telah meminta klarifikasi langsung dari jajaran eksekutif Apple mengenai kesepakatan tersebut. Fokus utama mereka adalah jenis data pengguna yang berpotensi diakses oleh Alibaba dan sejauh mana komitmen Apple terhadap regulator China. Namun, sejumlah laporan menyebutkan bahwa pihak Apple belum mampu memberikan jawaban yang memadai atas sebagian besar pertanyaan yang diajukan.
Kekhawatiran pemerintah AS berpusat pada potensi peningkatan kekuatan AI Alibaba yang dikembangkan di bawah regulasi ketat dan sistem sensor pemerintah China. Kolaborasi ini dianggap bisa memperluas cakupan chatbot yang tunduk pada sensor negara dan memperbesar eksposur Apple terhadap aturan pembagian data di China.
Representative Raja Krishnamoorthi, anggota senior House Permanent Select Committee on Intelligence, menyebut Alibaba sebagai representasi nyata dari strategi fusi militer-sipil yang dijalankan oleh Partai Komunis China. Ia menyatakan keprihatinan terhadap kurangnya transparansi dari pihak Apple terkait detail perjanjian ini.
Saat ini, hanya Alibaba yang secara terbuka mengonfirmasi kerja sama tersebut. Apple sendiri belum merilis pernyataan resmi. Di tengah persaingan sengit dengan produsen lokal seperti Huawei dan Xiaomi yang sudah menyematkan fitur AI canggih pada perangkat mereka, kerja sama dengan Alibaba menjadi strategi penting bagi Apple agar tetap kompetitif di pasar China—yang merupakan pasar terbesar kedua mereka dan menyumbang hampir 20% dari total penjualan global.
Sebelum memilih Alibaba, Apple juga sempat menjajaki kemungkinan kerja sama dengan beberapa raksasa teknologi Tiongkok lainnya seperti Baidu, Tencent, dan DeepSeek.
Namun di balik manuver bisnis ini, muncul risiko geopolitik yang signifikan. Pejabat AS khawatir bahwa kerja sama ini akan memperkuat dominasi Alibaba di bidang AI serta memberikan pemerintah China akses lebih dalam terhadap data pengguna iPhone dan kemungkinan kontrol konten secara langsung di dalam perangkat.
Kesepakatan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan teknologi antara AS dan China, di mana kecerdasan buatan dianggap sebagai salah satu pilar penting dalam dominasi militer dan ekonomi masa depan. Bila kerja sama ini dihentikan, Apple berisiko kehilangan pangsa pasar penting di China. Namun, jika terus berlanjut tanpa kepastian perlindungan data dan transparansi, Apple dapat menghadapi tekanan lebih besar dari regulator dan pembuat kebijakan di dalam negeri.
Kisah Apple dan Alibaba ini mencerminkan kompleksitas dilema yang dihadapi perusahaan teknologi global saat berdiri di persimpangan antara inovasi, kepentingan bisnis, dan isu strategis negara.