Para pemimpin Asia Tenggara kembali berkumpul dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2025 yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Senin (26/5/2025). Agenda utama pertemuan ini mencakup pencarian solusi diplomatik atas konflik berkepanjangan di Myanmar dan strategi bersama menghadapi ancaman tarif dagang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Mengutip Reuters, Malaysia selaku ketua ASEAN tahun ini mengangkat tema Inclusivity and Sustainability atau Inklusivitas dan Keberlanjutan sebagai dasar diplomasi kawasan. Pemerintah Malaysia juga menegaskan komitmennya untuk memfasilitasi dialog antara junta militer Myanmar dan kelompok oposisi bersenjata. Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, mengungkapkan bahwa dirinya akan mengunjungi Myanmar bulan depan guna mendorong kesepakatan damai setelah dua kali pertemuan pendahuluan dilakukan pekan lalu.
“Proses ini memerlukan negosiasi berulang agar masing-masing pihak dapat mencapai titik temu,” jelasnya.
Sebagai bagian dari langkah konkret, ASEAN kini tengah mempertimbangkan penunjukan utusan khusus permanen untuk Myanmar dengan masa tugas tiga tahun, dengan harapan dapat memperkuat jalur diplomatik yang selama ini tersendat sejak kudeta militer pada 2021.
Sejak menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, junta militer Myanmar dikecualikan dari pertemuan tingkat tinggi ASEAN. Meski begitu, diplomasi tetap berlangsung, termasuk pertemuan tertutup antara Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan pemimpin junta Min Aung Hlaing di Bangkok bulan lalu, serta dialog daring dengan Pemerintahan Persatuan Nasional (National Unity Government).
Di sisi lain, KTT ASEAN 2025 juga dibayangi ancaman tarif impor tinggi dari AS. Presiden Donald Trump berencana menerapkan bea masuk hingga 49% terhadap produk dari enam negara ASEAN mulai Juli mendatang. Kebijakan proteksionis ini memicu kekhawatiran di tengah perlambatan ekonomi global.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menekankan pentingnya respons kolektif terhadap kebijakan tersebut. “Terkait perdagangan, khususnya tarif yang diberlakukan Amerika Serikat, kita perlu mencari konsensus mengingat kondisi ekonomi negara anggota yang beragam,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyarankan agar ASEAN merumuskan prinsip bersama sebagai pedoman negosiasi bilateral dengan AS. “Tanpa strategi kolektif, kita berisiko mengalami kerugian bersama di kawasan ini,” tandasnya.
Selain isu Myanmar dan tarif dagang, KTT ASEAN juga akan membahas ketegangan di Laut China Selatan. Wilayah strategis yang dilalui jalur perdagangan triliunan dolar ini kembali memanas akibat aktivitas kapal-kapal China di zona ekonomi eksklusif beberapa negara anggota seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Konflik ini menjadi perhatian penting dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan di kawasan Asia Tenggara.