PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah (JPAS) mencatat pertumbuhan aset signifikan sebesar 20,5% secara tahunan (year-on-year) hingga April 2025. Direktur Utama JPAS, Kokok Alun Akbar, mengungkapkan bahwa total aset perusahaan per April 2025 mencapai Rp3,1 triliun, meningkat dari Rp2,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
“Dari sisi aset, posisi April 2025 secara year-on-year meningkat sebesar 20,5%, yakni dari Rp2,6 triliun menjadi Rp3,1 triliun,” ujar Kokok, Selasa (3/6/2025).
Pertumbuhan ini menjadi pencapaian tersendiri bagi JPAS, mengingat industri penjaminan secara umum justru mencatatkan penurunan aset. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset industri perusahaan penjaminan per April 2025 terkoreksi 0,58% yoy menjadi Rp47,34 triliun. Sebelumnya, pada Maret 2025, aset industri ini juga turun 0,52% menjadi Rp47,12 triliun secara tahunan.
Menurut Kokok, pertumbuhan aset JPAS didorong oleh laba yang berhasil dibukukan perusahaan berkat pengelolaan pendapatan yang efektif.
“Kenaikan ini merupakan hasil dari pertumbuhan organik, yaitu laba yang dihasilkan melalui pengelolaan pendapatan secara optimal,” jelasnya.
Namun, di sisi lain, JPAS mencatat penurunan pada sisi pendapatan dari Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Per April 2025, IJP yang dibukukan turun 8,9% secara tahunan menjadi Rp227,2 miliar, dari sebelumnya Rp249,5 miliar pada April 2024.
Meskipun demikian, penurunan tersebut masih lebih baik dibandingkan rata-rata industri penjaminan, yang tercatat anjlok 10,23% yoy menjadi Rp2,57 triliun. Sebagai perbandingan, pada Maret 2025, IJP industri juga turun 2,67% menjadi Rp2,09 triliun.
“Penurunan [IJP JPAS] ini masih lebih kecil dibanding penurunan rata-rata industri penjaminan yang mencapai 10,23%,” tegas Kokok.
Ia menambahkan, penurunan IJP terjadi karena pada kuartal I/2025, perusahaan lebih fokus pada menjaga kualitas aset dan ekspansi ke segmen pasar dengan risiko rendah. Fokus ini menjadi bagian dari strategi antisipatif terhadap dampak lanjutan pandemi Covid-19 dan kondisi makroekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
“Langkah ini diambil sebagai bentuk kehati-hatian menghadapi ketidakpastian ekonomi yang masih berlangsung,” tutupnya.