Mulai 1 Januari 2026, skema co-payment pada produk asuransi kesehatan resmi diberlakukan dan diproyeksikan berdampak langsung terhadap kinerja sejumlah emiten rumah sakit.
Skema ini mengharuskan pemegang polis menanggung sebagian biaya klaim, minimal 10% dari total klaim yang diajukan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK No. 7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, dengan batas maksimal Rp300.000 per klaim rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap. Meski begitu, batas maksimal ini bisa lebih tinggi sesuai kesepakatan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis.
Kebijakan ini tidak berlaku bagi produk asuransi mikro, yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Potensi Dampak Positif dan Negatif
Research Analyst MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan, menilai implementasi co-payment membawa dua sisi dampak bagi industri layanan kesehatan.
Dari sisi positif, skema ini berpotensi memperkuat arus kas rumah sakit karena sebagian biaya akan dibayarkan langsung oleh pasien pemegang polis. “Dalam jangka panjang, ini membuka peluang peningkatan kontribusi dari segmen asuransi swasta,” ujar Rudy dalam riset tertanggal Kamis (12/6/2025).
Namun di sisi lain, efek negatif juga mungkin timbul dalam jangka pendek. Di antaranya, volume kunjungan pasien diprediksi menurun seiring meningkatnya kesadaran pasien atas beban biaya yang harus ditanggung. “Bahkan ada kecenderungan pasien mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan medis di luar negeri,” tambahnya.
Dampak untuk Emiten Rumah Sakit: MIKA, SILO, dan HEAL
MNC Sekuritas menganalisis sensitivitas dampak co-payment terhadap tiga emiten rumah sakit utama:
- PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA)
- PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO)
- PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL)
Jika terjadi penurunan simultan 1% pada harga jual rata-rata (average selling price/ASP) dan volume kunjungan, pendapatan MIKA berpotensi terkoreksi hingga 11%, SILO turun 9%, dan HEAL hanya 2%.
Adapun dari sisi laba bersih, potensi penurunan diperkirakan sebesar 14% untuk MIKA, 29% bagi SILO, dan 4% untuk HEAL.
“Dari ketiganya, HEAL tergolong paling defensif karena eksposurnya yang lebih besar pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ungkap Rudy.
MIKA tercatat memiliki eksposur tertinggi terhadap asuransi swasta, yakni 57% dari total pendapatan kuartal I/2025. Disusul SILO sebesar 50%, dan HEAL hanya 26%.
“Rumah sakit yang menyasar segmen menengah ke atas berpotensi paling terdampak dari perubahan kebijakan ini,” katanya.
Prospek Tetap Overweight
Meski terdapat tantangan jangka pendek, MNC Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor layanan kesehatan. Rudy menekankan bahwa emiten rumah sakit memiliki peluang untuk memperkuat posisi pasar, mencerminkan kinerja solid sejak 2023.
“Kami mempertahankan pandangan positif untuk sektor rumah sakit,” ujar Rudy.
Secara khusus, MNC Sekuritas menilai HEAL sebagai penerima manfaat utama dari skema coordination of benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Ditambah lagi, HEAL juga akan diuntungkan dari implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS yang akan diberlakukan paling lambat 1 Juli 2025.
MNC Sekuritas juga menyukai prospek SILO, yang dinilai mampu bertahan berkat kekuatan merek premium di segmen layanan kelas atas, meskipun menghadapi tekanan ekonomi makro.