Bank Dunia Suntik Dana US$1 Miliar untuk Proyek Listrik Terbesar Dunia di Kongo

4 Min Read

Bank Dunia mengumumkan akan mengucurkan pendanaan sebesar US$1 miliar guna mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia di Republik Demokratik Kongo. Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, menyebutkan bahwa US$250 juta dari dana tersebut akan dialokasikan untuk proyek Inga III, bagian dari megaproyek Grand Inga yang terletak di Sungai Kongo.

Inisiatif ini merupakan bagian dari program Mission 300, yang bertujuan menyediakan akses listrik untuk 300 juta warga Afrika pada tahun 2030. Proyek Inga III sendiri diperkirakan akan menyedot investasi swasta hingga US$85 miliar dan menghasilkan kapasitas listrik sekitar 11.000 megawatt—lebih dari tiga kali lipat kapasitas pembangkit listrik Kongo saat ini. Proyek ini membutuhkan total investasi sekitar US$10 miliar.

- Advertisement -

Pada tahap awal, pendanaan akan difokuskan pada riset teknis, penguatan pembangunan ekonomi, reformasi terhadap perusahaan listrik milik negara (SNEL), serta menarik keterlibatan pengembang swasta. Listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk berbagai kebutuhan strategis, mulai dari pemrosesan mineral, pasokan ke ibu kota Kinshasa, hingga distribusi ke negara-negara tetangga yang mengalami krisis energi.

Sebagai catatan sejarah, Inga I dengan kapasitas 351 megawatt mulai beroperasi pada tahun 1972, disusul oleh Inga II yang menghasilkan 1.424 megawatt pada dekade berikutnya. Namun, berbagai tantangan seperti konflik, skandal korupsi, dan pembengkakan biaya telah menghambat pengembangan lanjutan.

Menurut Yadviga Semikolenova, Ekonom Energi Senior Bank Dunia, pendekatan pendanaan kali ini dirancang agar lebih realistis dan berfokus pada kelayakan jangka panjang proyek Inga III.

- Advertisement -

Rencana besar senilai US$36 miliar untuk mengembangkan sektor ketenagalistrikan Kongo sebelumnya telah dipaparkan pada konferensi Mission 300 di Dar es Salaam, Januari lalu. Proyek Inga III merupakan pusat dari inisiatif tersebut, mengingat hanya sekitar 20% dari lebih dari 100 juta penduduk Kongo yang memiliki akses listrik. Pemerintah Kongo sendiri menargetkan untuk melipatgandakan rasio elektrifikasi nasional pada 2030.

Namun, sejarah proyek ini penuh dinamika. Setelah kesepakatan awal dengan Fortescue Ltd. asal Australia gagal, proyek dialihkan ke Natural Oilfield Services Ltd. dari Nigeria untuk membangun fasilitas 7.000 megawatt. Sebelumnya, Fortescue menggantikan konsorsium perusahaan China dan Spanyol yang gagal mengembangkan proyek versi 11.000 megawatt senilai US$14 miliar. Afrika Selatan juga telah menyatakan komitmen untuk membeli listrik dari proyek ini, meskipun status kesepakatan dengan Natural Oilfield saat ini belum jelas.

Bank Dunia sendiri pernah menarik diri dari proyek ini pada 2016 karena masalah tata kelola. “Pemerintah Kongo harus membangun kredibilitas—bukan hanya dengan mitra pembangunan dan sektor swasta, tetapi juga dengan rakyatnya,” ujar Semikolenova.

Sungai Kongo memiliki potensi luar biasa, menjadikannya lokasi ketiga terbesar di dunia dalam hal volume air, dengan potensi pembangkitan listrik hingga 40.000 megawatt. Sebagai perbandingan, proyek Three Gorges di Sungai Yangtze, Tiongkok—saat ini yang terbesar di dunia—memiliki kapasitas 22.500 megawatt.

Saat ini, listrik dari Inga digunakan untuk menggerakkan tambang tembaga dan kobalt milik perusahaan-perusahaan seperti CMOC Ltd., China Railway Group Ltd., dan Glencore Plc. Perluasan pembangkit juga akan memperkuat jalur ekonomi Koridor Lobito, menghubungkan area tambang hingga pelabuhan di Angola, serta memasok energi ke wilayah selatan, timur, dan tengah Afrika.

Kunci keberhasilan proyek ini ada pada reformasi menyeluruh SNEL, agar lebih efisien, transparan, dan layak menjadi mitra dalam skema kemitraan publik-swasta. Struktur akhir proyek akan ditentukan dari hasil studi awal, dan opsi pengembangan versi Inga III yang lebih kecil masih terbuka.

Kongo juga berencana mempresentasikan proyek ini dalam forum investor di London minggu ini yang diselenggarakan oleh Bank Dunia dan mitra Mission 300. Zimbabwe, Burundi, serta 11 negara lainnya juga akan ikut serta. Sementara itu, Namibia dan Lesotho dijadwalkan mempresentasikan rencana elektrifikasi mereka dalam konferensi energi di Cape Town akhir bulan ini.

Share This Article