PT Bank Maspion Indonesia Tbk. (BMAS) saat ini sedang melaksanakan proses due diligence bersama sejumlah calon investor strategis. Langkah ini merupakan bagian dari upaya perseroan untuk mematuhi ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait batas minimum kepemilikan publik (free float) sebesar 7,5%.
Saat ini, porsi saham BMAS yang dimiliki oleh publik masih tergolong kecil, yaitu hanya sekitar 1,56%.
Menurut Iwan Djayawasita, selaku Sekretaris Perusahaan BMAS, seorang investor asal Jepang telah menyatakan minat serius dan komitmennya untuk menjadi pemegang saham strategis. Di sisi lain, beberapa calon investor domestik masih dalam proses evaluasi menyeluruh terhadap potensi investasi ini.
“Langkah ini adalah bagian dari strategi perusahaan untuk memperluas basis kepemilikan saham sekaligus memenuhi kewajiban regulasi pasar modal,” ungkap Iwan dalam paparan publik pada Selasa, 27 Mei 2025.
Sebagai gambaran, Bank Maspion kini mengoperasikan total 51 kantor layanan, terdiri dari satu kantor pusat, 10 kantor cabang, 30 kantor cabang pembantu, dan 10 kantor kas. Selain itu, perseroan juga memiliki jaringan 53 ATM yang terhubung dengan jaringan Prima.
Saat ini, saham BMAS diperdagangkan dalam skema Full Call Auction (FCA) di BEI. Pada penutupan sesi perdagangan terakhir, saham BMAS tercatat berada di harga Rp530 per lembar.
Dalam lima tahun terakhir, performa saham BMAS menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Dari harga Rp110 pada 28 Mei 2020, saham ini telah naik sebesar 381,82%, meskipun belum kembali ke level tertingginya (all-time high) di Rp1.110.