BI Borong SBN Rp80 Triliun hingga April 2025, Demi Jaga Stabilitas Rupiah & Likuiditas Perbankan

2 Min Read

Bank Indonesia (BI) mengumumkan telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp80,98 triliun hingga 22 April 2025. Langkah ini diambil dalam rangka menjaga likuiditas sistem keuangan nasional sekaligus memperkuat sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan bahwa pembelian SBN tersebut merupakan bagian dari strategi stabilisasi nilai tukar rupiah serta untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter nasional.

“Dengan pembelian SBN di pasar sekunder, kami memastikan intervensi di pasar valas tetap terarah sambil menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik,” ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (23/4/2025).

Rincian Pembelian dan Tujuannya

Pembelian SBN senilai Rp80,98 triliun terdiri dari Rp54,98 triliun melalui pasar sekunder, serta Rp26 triliun dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk surat berharga syariah, di pasar primer.

Menurut Perry, langkah ini menjadi pelengkap strategi stabilisasi rupiah yang dilakukan BI melalui intervensi di berbagai lini, termasuk transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic NDF (DNDF) di pasar domestik.

“Ke depan, instrumen-instrumen inovatif yang telah diterbitkan akan kami optimalkan guna memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tegas Perry.

Sisa Kuota dan Posisi Kepemilikan SBN BI

Sebagai bagian dari strategi jangka menengah, BI sebelumnya telah menetapkan target pembelian SBN hingga Rp150 triliun untuk tahun 2025. Dengan realisasi sebesar Rp80,98 triliun dalam empat bulan pertama, tersisa sekitar Rp69,02 triliun dari target tersebut untuk sisa tahun ini. Namun, Perry memberi sinyal bahwa realisasi bisa melampaui target awal jika kondisi pasar memerlukan.

Hingga 22 April 2025, posisi kepemilikan bersih (neto) SBN oleh BI mencapai Rp1.617,27 triliun atau sekitar 25,91% dari total outstanding SBN. Dari jumlah itu, Rp1.550,28 triliun merupakan kepemilikan gross, sementara Rp66,98 triliun digunakan khusus untuk operasi moneter.

Share This Article