Bitcoin dan Emas Melejit! Ketidakpastian Politik AS Picu Pelarian ke Aset Safe Haven

4 Min Read

Harga Bitcoin dan emas mencatatkan reli signifikan di tengah gejolak politik di Amerika Serikat. Ketidakpastian terkait masa depan Ketua Federal Reserve Jerome Powell memicu pelarian investor ke aset safe haven, mendorong harga Bitcoin melesat sekitar 3% hingga menembus level US$87.000—tertinggi sejak pengumuman tarif Presiden Donald Trump pada 2 April lalu.

Kenaikan harga kripto ini terjadi seiring pelemahan dolar AS dan penurunan indeks berjangka saham AS. Dolar merosot ke level terendah sejak Januari 2024, usai Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett mengungkapkan bahwa Trump tengah mempertimbangkan pemecatan Powell.

Di saat yang sama, harga emas turut reli dan mencetak rekor tertinggi baru. Lonjakan ini mencerminkan lonjakan permintaan terhadap aset lindung nilai di tengah kekhawatiran pasar global. Menurut Sean McNulty, analis dari FalconX, pelemahan dolar menjadi pemicu utama kenaikan kripto.

“Kelemahan USD menjadi pendorong utama reli dalam kripto,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg, Selasa (22/4/2025). Ia menambahkan, likuiditas pasar yang rendah selama musim libur turut memperbesar fluktuasi harga.

Di sisi lain, inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk Maret yang keluar lebih baik dari ekspektasi juga memperkuat daya tahan aset digital seperti Bitcoin. Namun, analis memperingatkan bahwa tren ini belum tentu menjamin reli berkelanjutan.

Fahmi Almuttaqin, analis dari Reku, menilai bahwa Bitcoin masih bergerak dalam pola sideways, dengan potensi menembus level resistance menuju US$95.000. Namun, ia juga menyoroti risiko koreksi hingga ke area US$74.000.

“Rilis data penjualan ritel AS pada 16 April menjadi indikator penting untuk mengukur kepercayaan konsumen terhadap perekonomian,” jelas Fahmi.

Selain itu, data suplai uang beredar (money supply M2) yang dijadwalkan rilis 22 April turut menjadi perhatian. Angka M2 terakhir tercatat sebesar US$21.671 miliar, mendekati rekor tertinggi sepanjang masa.

Menurut Fahmi, kondisi ini berpotensi mendukung pertumbuhan aset berisiko jika pasar merasa situasi cukup stabil. Indeks Dolar (DXY) saat ini tercatat pada posisi terendah sejak April 2022.

“Pelemahan dolar bisa mendorong investor untuk mengalihkan dana ke aset alternatif seperti Bitcoin atau altcoin dengan likuiditas dan kapitalisasi yang kuat,” ujar Fahmi, seraya menyebut situasi saat ini bisa menjadi awal dari reli kripto seperti yang terjadi pada akhir 2017.

Selain kripto, harga emas batangan juga ikut terkerek naik, menembus US$3.486 per ons usai menguat 2,9% pada Senin lalu. Lonjakan ini dipicu oleh seruan Trump agar The Fed segera memangkas suku bunga—kebijakan yang dinilai mengancam independensi bank sentral dan turut menekan nilai tukar dolar.

Analis Kallanish Index Services, Lee Liang Le, menilai lonjakan emas mengindikasikan melemahnya kepercayaan pasar terhadap ekonomi AS.

“Narasi ‘Trump Trade’ kini mulai berubah menjadi ‘Sell America’,” katanya.

Sejak awal tahun 2025, harga emas sudah melonjak sepertiga, didorong oleh ketegangan geopolitik dan meningkatnya permintaan aset safe haven. Arus dana ke ETF berbasis emas dan aksi beli oleh bank sentral turut memperkuat reli ini.

Bahkan, Goldman Sachs memproyeksikan harga emas bisa mencapai US$4.000 per ons pada pertengahan 2026. Namun, indikator teknikal mulai menunjukkan sinyal jenuh beli. Indeks RSI 14 hari untuk emas telah menembus level 79, jauh di atas ambang batas 70, yang bisa menandakan potensi koreksi harga.

Pada pukul 11:25 waktu Singapura, harga emas untuk pengiriman langsung naik 1,8% menjadi US$3.484,38 per ons. Sementara itu, Indeks Dolar Bloomberg kembali tertekan setelah melemah 0,7% pada awal pekan.

Share This Article