Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjelaskan alasan di balik penunjukan perusahaan asal Tiongkok, Huayou, sebagai pengganti LG Energy Solution dalam proyek baterai nikel terintegrasi di Indonesia.
Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala BKPM, Rosan P. Roeslani, menyebut Huayou dipilih karena telah memiliki rekam jejak investasi yang kuat dan berkelanjutan di bidang serupa di Indonesia.
“Huayou sebelumnya sudah berinvestasi dalam sektor yang sejenis, jadi mereka sudah sangat memahami kondisi dan tantangan yang ada,” ujar Rosan dalam konferensi pers pada Rabu (24/4/2025).
Sebelumnya, LG Energy Solution menjadi bagian dari konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam Proyek Titan, yang memiliki total nilai investasi sebesar US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun.
Rencana investasi ini mencakup berbagai sektor, mulai dari pertambangan hulu (US$850 juta), pembangunan smelter HPAL (US$4 miliar), pabrik prekursor dan katoda (US$1,8 miliar), hingga pabrik sel baterai (US$3,2 miliar).
Dengan hengkangnya LG dari proyek tersebut, posisi mereka akan diisi oleh Huayou. Rosan menambahkan bahwa Huayou telah menunjukkan ketertarikan yang kuat, terutama karena teknologi yang mereka miliki sejalan dengan kebutuhan pengembangan industri sel baterai.
“Mereka juga sudah lebih dulu berinvestasi dalam skala besar di Weda Bay. Jadi, selain memiliki pengalaman, mereka juga memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk pengembangan ke depan,” tambahnya.
Menurut Rosan, konsorsium yang dibentuk oleh IBC merupakan bagian dari inisiatif besar pengembangan ekosistem baterai nikel dari hulu ke hilir yang sudah dirancang sejak tahun 2020. Huayou kini menjadi kandidat kuat untuk memimpin konsorsium tersebut setelah secara resmi menyatakan minat bergabung sejak 2024.
“Huayou sebelumnya memang sudah ada dalam proyek ini, dan kini mereka mengambil peran utama menggantikan LG. Kami sudah bertemu langsung dengan pihak Huayou, dan respons mereka sangat positif,” jelas Rosan.
Keputusan LG untuk keluar dari proyek ekosistem rantai pasok baterai ini dipicu oleh proses negosiasi yang berlangsung cukup lama, bahkan hingga lima tahun, tanpa mencapai titik temu.
Rosan menyebut pemerintah tidak ingin proyek strategis ini mengalami keterlambatan, sehingga diputuskan untuk meminta LG mengundurkan diri agar proyek tetap bisa berjalan dengan mitra lain yang siap.
“Untuk proyek sebesar ini, wajar jika negosiasinya memakan waktu lama. Tapi kita ingin percepatan realisasi investasi, jadi proyek harus terus berjalan meskipun ada perubahan mitra,” tegas Rosan.
Ia memastikan bahwa meskipun LG hengkang, proyek besar yang meliputi keseluruhan rantai pasok baterai—dari pertambangan hingga daur ulang—tetap berlanjut. Saat ini, investasi sebesar US$1,15 miliar sudah direalisasikan dalam tahap awal proyek tersebut.