Bank Syariah Indonesia (BSI), yang juga dikenal dengan kode BRIS, tengah menawarkan sukuk mudharabah dengan nilai total mencapai Rp5 triliun. Penawaran ini merupakan bagian dari program sukuk mudharabah berkelanjutan yang menargetkan total penerbitan hingga Rp10 triliun. Program ini terdiri dari tiga seri sukuk yang berbeda.
Seri A ditawarkan sebesar Rp2,44 triliun dengan jangka waktu 370 hari. Pendapatan bagi hasil sukuk ini dihitung berdasarkan nisbah bagi hasil, di mana pemegang sukuk berhak atas 72,47 persen dari proyeksi pendapatan sebesar Rp217,61 miliar atau setara dengan imbal hasil sekitar 6,45 persen per tahun. Sisanya, sebesar 27,53 persen, menjadi bagian perseroan. Pembayaran pokok Seri A akan dilakukan secara penuh saat jatuh tempo.
Selanjutnya, Seri B memiliki nilai Rp175 miliar dengan durasi dua tahun. Nisbah bagi hasil untuk pemegang sukuk adalah 73,60 persen dari proyeksi pendapatan sebesar Rp15,57 miliar, atau sekitar 6,55 persen per tahun. Perseroan memperoleh nisbah 26,40 persen. Pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Seri B juga akan dilunasi penuh pada akhir masa berlakunya.
Sedangkan Seri C menawarkan nilai Rp2,38 triliun dengan tenor tiga tahun. Nisbah bagi hasil bagi pemegang sukuk sebesar 74,72 persen dari proyeksi pendapatan Rp211,81 miliar, yang setara dengan sekitar 6,65 persen per tahun. Perseroan mendapatkan nisbah sebesar 25,28 persen. Dana pokok untuk Seri C pun akan dibayarkan secara tuntas pada waktu jatuh tempo.
Pendapatan bagi hasil sukuk ini akan dibayarkan triwulanan, dimulai pada 26 September 2025. Jadwal pembayaran terakhir sekaligus pelunasan pokok untuk masing-masing seri adalah 6 Juli 2026 untuk Seri A, 26 Juni 2027 untuk Seri B, dan 26 Juni 2028 untuk Seri C.
Hasil dari penawaran umum ini, setelah dikurangi biaya emisi, akan dialokasikan untuk pembiayaan baru maupun pembiayaan yang sudah ada, yang meliputi aktivitas dengan kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) dan Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS). Pembiayaan yang memenuhi syarat terdiri dari 10 kategori KUBL dan 6 kategori KUBS.
Untuk pembiayaan yang sudah ada dalam kategori KUBL, proporsi minimal yang harus dialokasikan adalah 30 persen hingga maksimal 50 persen. Dari alokasi KUBL ini, setidaknya 50 persen digunakan untuk energi terbarukan, produk yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya dan menghasilkan polusi lebih rendah, pengelolaan sumber daya hayati serta pemanfaatan lahan yang berkelanjutan. Sisanya dialokasikan untuk tujuh kategori KUBL lainnya.
Pada kategori KUBS, alokasi dana minimal 50 persen dan maksimal 70 persen. Mayoritas dana tersebut, minimal 50 persen, difokuskan pada penciptaan lapangan kerja serta program yang bertujuan mengurangi pengangguran, termasuk pembiayaan untuk usaha kecil menengah dan mikro. Sisanya digunakan untuk peningkatan pemberdayaan sosial ekonomi dan akses ke layanan esensial, serta tiga kategori KUBS lainnya.
Pemanfaatan dana sukuk mudharabah ini sesuai dengan prinsip maqashid syariah, yang meliputi perlindungan agama (hifdz al-din), akal (hifdz al-‘aql), harta (hifdz al-maal), jiwa (hifdz an-nafs), keturunan (hifdz an-nasl), dan lingkungan hidup (hifdz al-bi’ah). Dengan demikian, penerbitan sukuk ini tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tapi juga aspek spiritual dan sosial.
Jadwal penting dalam penerbitan sukuk mudharabah ini adalah masa penawaran umum yang berlangsung dari 19 hingga 23 Juni 2025, penjatahan pada 24 Juni 2025, pengembalian dana pemesanan pada 26 Juni 2026, distribusi sukuk secara elektronik pada 26 Juni 2025, dan pencatatan di Bursa Efek Indonesia pada 30 Juni 2025.