Indeks saham utama di kawasan Asia dibuka melemah pada perdagangan Jumat pagi. Hingga pukul 08.10 WIB, indeks Nikkei 225 di Jepang tercatat turun 558,79 poin atau 1,45% ke posisi 37.871,61.
Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan melemah 10,62 poin atau 0,35% ke level 2.711,05, dan ASX 200 Australia ikut terkoreksi 18,11 poin atau 0,22% ke angka 8.391,70.
Pelemahan ini terjadi setelah munculnya laporan bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menunjukkan perlambatan. Situasi ini memicu kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek ekonomi global, terlebih di tengah ketidakpastian terkait kebijakan tarif perdagangan mantan Presiden AS, Donald Trump.
Menurut laporan Bloomberg, pengadilan banding federal di AS memberi penundaan sementara terhadap keputusan yang berpotensi menggugurkan sebagian besar kebijakan tarif Trump. Hal ini membuat para investor waspada terhadap arah kebijakan perdagangan Negeri Paman Sam ke depan.
Situasi makin rumit setelah data terbaru menunjukkan ekonomi AS mengalami kontraksi di kuartal pertama tahun ini, terutama akibat melemahnya konsumsi domestik dan tekanan perdagangan yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya.
“Pasar kini menyadari bahwa kita sedang memasuki masa yang penuh ketidakpastian,” ujar Win Thin, Kepala Strategi Pasar Global di Brown Brothers Harriman & Co.
Ia menambahkan, “Menjaga tarif tetap berlaku dapat meningkatkan risiko stagnasi ekonomi, serta memberikan tekanan pada dolar AS dan pasar saham.”
Di sisi lain, perkembangan dari Jepang turut menambah sentimen negatif. Inflasi di Tokyo melonjak ke tingkat tertinggi dalam dua tahun terakhir. Lonjakan harga ini menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba, terutama menjelang pemilu musim panas mendatang.
Kristina Clifton, ekonom senior dari Commonwealth Bank of Australia, menilai bahwa inflasi tinggi dan kenaikan upah berpotensi mendorong Bank of Japan (BOJ) untuk menaikkan suku bunga pada bulan Juli dan Desember.
Namun, ia menekankan bahwa BOJ kemungkinan akan mengambil langkah hati-hati mengingat kondisi global yang belum stabil serta dampak negatif tarif AS terhadap perekonomian Jepang.