Perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump mulai menunjukkan dampaknya secara nyata terhadap bisnis para pemain besar di industri teknologi global. Sejumlah perusahaan, termasuk Apple, Microsoft, dan Amazon, merasakan tekanan yang signifikan terhadap pendapatan dan strategi mereka.
Apple, misalnya, menyatakan bahwa kebijakan tarif yang berlaku saat ini bisa menyebabkan lonjakan biaya operasional hingga lebih dari 900 juta dolar AS, dengan asumsi tidak ada tambahan tarif baru.
Dalam laporan keuangannya, CEO Tim Cook mengungkapkan bahwa pertumbuhan pendapatan kuartal April hingga Juni diperkirakan hanya akan meningkat tipis, lebih rendah dari ekspektasi pasar.
Cook menegaskan bahwa Apple akan tetap fokus pada investasi jangka panjang dan pengambilan keputusan yang matang.
Salah satu titik lemah Apple saat ini ada di pasar Tiongkok, di mana pendapatan perusahaan menurun 2,3% menjadi 16 miliar dolar AS pada kuartal ketiga yang berakhir 29 Maret, angka ini lebih rendah dari perkiraan analis sebesar 16,83 miliar dolar AS.
Persaingan ketat dengan produsen lokal seperti Huawei, Xiaomi, dan Oppo, serta pembatasan penggunaan teknologi asing di beberapa instansi pemerintah China, turut memperberat posisi Apple. Ditambah lagi, ketergantungan Apple pada pabrik-pabrik di Tiongkok membuat mereka sangat rentan terhadap dampak dari tarif yang diberlakukan AS.
Meskipun menghadapi tekanan tersebut, Apple berhasil mencatat pendapatan sebesar 95,4 miliar dolar AS atau naik 5% dibandingkan tahun lalu, dan laba per saham sebesar 1,65 dolar AS, meningkat 8%.
Microsoft juga tidak lepas dari dampak kebijakan tarif. Harga konsol game mereka, Xbox Series S dan Series X, naik masing-masing menjadi 380 dolar dan 600 dolar AS. Aksesori seperti kontroler dan headset turut mengalami kenaikan harga.
Penyesuaian harga ini dilakukan di pasar global dan terjadi hanya beberapa minggu setelah Sony meningkatkan harga PlayStation 5 di sejumlah wilayah karena inflasi dan tekanan biaya produksi.
Melalui blog resmi Xbox, Microsoft menyatakan bahwa penyesuaian harga dilakukan setelah mempertimbangkan kondisi pasar serta biaya pengembangan yang meningkat. Meski tidak secara langsung menyalahkan tarif, Microsoft mengakui bahwa ketergantungan produksi luar negeri, termasuk di Tiongkok, adalah salah satu alasan utama naiknya harga.
Dalam laporan kuartalan terbaru, Microsoft mencatat pendapatan 70,1 miliar dolar AS, naik 13% dari tahun sebelumnya, dan laba per saham yang disesuaikan sebesar 3,46 dolar, melebihi ekspektasi pasar.
Keunggulan Microsoft salah satunya datang dari kerja samanya dengan OpenAI, pengembang ChatGPT, yang mendukung pengembangan fitur AI di produk seperti Microsoft Office dan Excel.
Amazon Hadapi Tantangan Ekonomi Lebih Berat
Amazon pun turut bersiap menghadapi situasi yang tak kalah menantang. Meskipun performa kuartal pertama 2025 cukup solid, perusahaan memproyeksikan bahwa laba operasional pada kuartal kedua akan berkisar antara 13 hingga 17,5 miliar dolar AS, sedikit di bawah proyeksi analis.
Penjualan diperkirakan akan mencapai 159 hingga 164 miliar dolar, dengan estimasi rata-rata analis sebesar 161,4 miliar dolar.
Amazon menyebut sejumlah faktor yang memengaruhi proyeksi tersebut, mulai dari kebijakan tarif, kondisi ekonomi global, hingga fluktuasi nilai tukar. CEO Andy Jassy menuturkan bahwa pihaknya melihat adanya peningkatan pembelian di beberapa sektor, yang kemungkinan besar disebabkan oleh kekhawatiran akan dampak tarif di masa depan.
Pendapatan Amazon selama kuartal pertama tahun ini tumbuh 9% menjadi 155,7 miliar dolar, melampaui ekspektasi analis. Laba operasional juga tercatat sebesar 18,4 miliar dolar.
Namun demikian, perlambatan terlihat pada unit iklan digital, yang terdampak oleh pengurangan anggaran para pelaku usaha kecil yang paling merasakan efek tarif impor dari China. Saham Amazon telah turun sekitar 13% sepanjang tahun ini karena investor semakin waspada terhadap risiko perdagangan global.