Defisit Anggaran China Tembus Rekor Rp5.900 Triliun, Tanda Beijing Gas Pol Stimulus Fiskal

3 Min Read

Defisit anggaran China melonjak ke rekor tertinggi dalam empat bulan pertama 2025, mencerminkan agresivitas pemerintah dalam menggenjot stimulus fiskal demi meredam dampak konflik dagang dengan Amerika Serikat. Berdasarkan laporan Bloomberg, Rabu (21/5/2025), Kementerian Keuangan China mencatat defisit fiskal sebesar 2,65 triliun yuan atau sekitar US$367 miliar (sekitar Rp5.900 triliun) sepanjang Januari–April 2025.

Angka tersebut naik lebih dari 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan menjadi defisit terbesar dalam sejarah China untuk periode awal tahun. Lonjakan ini menandakan bahwa Beijing mulai menginjak pedal gas dalam realisasi stimulus fiskal guna menahan tekanan eksternal yang membayangi pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu.

- Advertisement -

Eskalasi ketegangan dagang antara China dan AS memuncak pada April, saat tarif impor AS terhadap mayoritas barang asal China melonjak hingga 145%. Namun, ketegangan tersebut mulai mereda setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata sementara pada awal Mei.

Di tengah tekanan geopolitik dan ekonomi global, pengeluaran pemerintah China melonjak tajam, sementara pendapatan negara mulai menunjukkan pemulihan. Total pendapatan dari dua buku fiskal utama tercatat sebesar 9,32 triliun yuan, hanya turun 1,3% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.

Ekonom Goldman Sachs mencatat pendapatan pajak naik 1,9% YoY pada April, didorong oleh peningkatan penerimaan dari pajak penghasilan individu—menunjukkan mulai pulihnya daya beli dan aktivitas ekonomi domestik.

- Advertisement -

Sementara itu, total belanja pemerintah mencapai 11,97 triliun yuan, meningkat 7,2% dibanding tahun lalu. Angka ini mencakup pengeluaran dalam anggaran umum dan dana proyek pemerintah, yang sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan investasi jangka panjang. Salah satu komponen yang mencatat kenaikan tertinggi adalah pembayaran bunga utang, yang melonjak 11% YoY, diikuti belanja sektor jaminan sosial, ketenagakerjaan, dan pendidikan—faktor penting dalam menjaga stabilitas sosial.

Tanda-tanda akselerasi pembangunan infrastruktur juga mulai terlihat jelas. Belanja dari anggaran dana pemerintah pusat melesat hingga 75% YoY, sementara pemerintah daerah membukukan peningkatan 16,6%.

Namun, dengan tercapainya gencatan senjata antara China dan AS serta mulai membaiknya indikator ekonomi pada April, tekanan untuk menggelontorkan stimulus tambahan mulai mereda. Beberapa bank investasi global bahkan merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun ini, sembari menurunkan ekspektasi atas stimulus lanjutan.

“Peningkatan belanja yang didukung oleh stabilisasi pendapatan fiskal mengurangi urgensi untuk memperlebar defisit lebih jauh di paruh kedua tahun ini,” ujar Zhaopeng Xing, ekonom senior di Australia & New Zealand Banking Group.

Share This Article