PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) terus memperluas portofolio bisnisnya di luar sektor pertambangan batu bara, dengan menggarap sejumlah sektor baru melalui anak usaha, seperti energi baru terbarukan (EBT), industri agro, infrastruktur, hingga jasa pertambangan.
Direktur Utama MBAP, Khoirudin, mengungkapkan bahwa strategi diversifikasi ini menunjukkan perkembangan yang positif dalam mendukung keberlanjutan usaha perseroan. Hal ini disampaikannya dalam agenda paparan publik yang digelar di Jakarta, Selasa (27/5).
Salah satu fokus utama MBAP saat ini adalah pengembangan sektor energi terbarukan, khususnya energi biomassa. Perusahaan tengah membangun pabrik wood pellet di Malinau, Kalimantan Timur, melalui entitas anak PT Malinau Hijau Lestari. Pabrik tersebut ditargetkan rampung pada akhir 2025 dan memiliki kapasitas produksi hingga 150.000 ton per tahun, guna memenuhi kebutuhan bahan baku untuk pembangkit biomassa.
Selain itu, lini bisnis energi surya juga mencatat kemajuan dengan pencapaian kapasitas terpasang sebesar 12,8 Megawatt Peak (MWp) hingga 2024 melalui proyek Solar Radiance.
Tak hanya di sektor energi, MBAP juga mulai menjejakkan kaki di bidang akuakultur. Perusahaan telah melakukan panen perdana tambak udang vannamei di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang dikelola dari 20 kolam tambak dengan target produksi awal 168 ton per tahun.
Pembangunan tambahan 100 kolam tambak ditargetkan rampung dan beroperasi penuh pada 2025 dengan estimasi kapasitas produksi mencapai 1.800 ton per tahun.
Sementara di sektor jasa dan infrastruktur pertambangan, anak usaha PT Mitra Muda Makmur (MMM) berhasil mencatatkan realisasi jasa pertambangan sebesar 4,3 juta Bank Cubic Meter (BCM) sepanjang 2024. Selain itu, MMM juga telah mengantongi kontrak jasa senilai US$ 53,55 juta yang berlaku hingga 2027.
Meski belum merinci target pendapatan maupun laba bersih yang ingin dicapai, MBAP mengalokasikan belanja modal dan investasi sebesar US$ 70 juta untuk 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 67% difokuskan untuk sektor energi baru terbarukan, sementara sisanya diarahkan ke pengembangan agroindustri, infrastruktur, serta pertambangan.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai strategi diversifikasi ini dapat membantu MBAP mengurangi ketergantungan terhadap batu bara, sekaligus mengurangi risiko akibat fluktuasi harga komoditas. Namun, ia juga mengingatkan bahwa sektor EBT memerlukan investasi besar dan bersaing ketat dengan pemain lain.
“Prospek energi terbarukan menjanjikan untuk jangka panjang, namun investor tetap perlu mencermati kinerja fundamental perusahaan, karena perbaikan laba bersih belum terlalu terlihat,” jelas Indy.
Dari sisi valuasi, Price to Earnings Ratio (PER) MBAP tercatat di level 23 kali, masih lebih rendah dibandingkan rata-rata industri sebesar 31 kali. Untuk saat ini, Indy merekomendasikan aksi speculative buy dengan target harga saham di kisaran Rp 2.700 per lembar.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, melihat tekanan teknikal pada saham MBAP yang saat ini mengalami koreksi. Indikator MACD mulai menyempit dan berpotensi mengalami deadcross, sementara Stochastic tengah menguji area oversold.
“Untuk saat ini, strategi wait and see lebih disarankan, dengan area support di Rp 1.650 dan resistance di Rp 1.930 per saham,” ujarnya.