PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) bersiap menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Mei 2025. Salah satu sorotan utama dalam agenda ini adalah pembagian dividen, yang menjadi daya tarik bagi investor di tengah tekanan kinerja saham.
Dividen Telkom tahun ini dinilai istimewa karena dua faktor utama. Pertama, TLKM dikenal sebagai emiten BUMN yang konsisten membagikan dividen. Kedua, pemerintah menargetkan penerimaan dividen BUMN yang cukup tinggi pada 2025, di saat yang sama Telkom juga menghadapi kebutuhan belanja modal (capex) dan rencana buyback saham.
Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 201/2024 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2025, target penerimaan dividen BUMN ditetapkan sebesar Rp90 triliun, naik 4,85% dari target 2024 yang sebesar Rp85,84 triliun. Dalam konteks ini, Telkom menjadi bagian dari grup BPI Danantara setelah pada Maret 2025, sebanyak 52,09% saham milik pemerintah dialihkan ke PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) selaku induk operasional baru.
Terkait target ambisius dari pemerintah, manajemen TLKM telah menyusun strategi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan investasi dan komitmen dividen. VP Corporate Communication Telkom, Andri Herawan Sasoko, menyatakan bahwa alokasi laba bersih telah dirancang dengan cermat agar target investasi tetap tercapai tanpa mengorbankan distribusi dividen. Ketika diminta memberikan rincian rasio dividen, Andri tidak memberikan angka pasti, namun memastikan bahwa nilainya tidak akan jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
“Kami belum bisa mengumumkan angkanya sekarang, tapi akan disampaikan sebelum RUPS. Proporsinya tidak akan banyak berbeda dari tahun lalu,” ujarnya pada akhir Januari 2025.
Dalam satu dekade terakhir, TLKM konsisten membagikan dividen dengan payout ratio selalu di atas 60%. Untuk tahun buku 2023, Telkom membagikan 72% dari laba bersihnya, atau senilai Rp17,68 triliun atau setara Rp178,5 per saham. Meskipun laba bersih tahun 2024 turun 3,7% secara tahunan menjadi Rp23,6 triliun dari sebelumnya Rp24,56 triliun, Telkom tetap menjaga komitmennya kepada pemegang saham.
Pendapatan konsolidasi TLKM pada 2024 tercatat sebesar Rp149,9 triliun, tumbuh tipis 0,50% dari Rp149,2 triliun pada 2023. Segmen data, internet, dan layanan IT menjadi kontributor utama dengan menyumbang Rp90,5 triliun, naik 3,5% dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, pendapatan dari IndiHome turun 8,8% menjadi Rp26,2 triliun, dan layanan SMS serta suara (tetap dan seluler) anjlok 15,5% ke Rp10,5 triliun. Pendapatan interkoneksi tumbuh tipis 1,3% menjadi Rp9,18 triliun, sedangkan pendapatan dari jaringan dan layanan telekomunikasi lainnya melonjak 17,4% menjadi Rp13,4 triliun.
Dari sisi beban, total biaya konsolidasi naik 2% menjadi Rp107 triliun dari Rp104,8 triliun pada 2023. EBITDA konsolidasi TLKM turun 3,3% menjadi Rp75 triliun dengan margin EBITDA sebesar 50%, berada di batas bawah panduan manajemen, terutama karena dampak dari Program Pensiun Dini (ERP) yang dijalankan pada kuartal II/2024.
Total aset Telkom per akhir 2024 naik 4,4% secara tahunan menjadi Rp299,7 triliun, dari sebelumnya Rp287,04 triliun. Sementara itu, total liabilitas naik 5,1% menjadi Rp137,2 triliun, dan ekuitas tumbuh 3,8% menjadi Rp162,5 triliun.
Dalam riset yang dirilis 21 April 2025, JP Morgan memproyeksikan pertumbuhan pendapatan TLKM pada 2025 hanya akan berada di kisaran satu digit rendah (low single-digit), dengan margin EBITDA antara 50–52% dan capex sebesar 17–19% dari pendapatan. Pengurangan capex dinilai bisa meningkatkan arus kas bebas (FCF) dan membuka ruang untuk dividen yang lebih tinggi.
Telkom juga mengumumkan rencana buyback saham senilai Rp3 triliun yang akan dilaksanakan selama satu tahun usai mendapat persetujuan RUPS. Tujuan buyback ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap nilai jangka panjang perusahaan serta menyesuaikan harga pasar dengan fundamentalnya.
Namun, JP Morgan mengingatkan bahwa terlalu fokus pada FCF dan dividen jangka pendek dapat menimbulkan risiko, terutama karena pesaing Telkom tengah gencar memperluas jaringan. “Kami mempertahankan rating netral untuk saham TLKM dan menurunkan target harga menjadi Rp2.840. Proyeksi laba per saham (EPS) 2025/2026 kami juga direvisi turun 2%,” tulis JP Morgan dalam riset tersebut.