Emiten Konsumer Tangguh Hadapi Tantangan Ekonomi, CMRY dan UNVR Laporan Keuangan Positif di Kuartal I/2025

4 Min Read

Emiten makanan dan minuman (F&B) tetap menunjukkan ketahanan kinerja di tengah melemahnya rupiah dan ancaman tarif baru dari Presiden AS Donald Trump. Hingga hari ini, dua perusahaan besar, PT Cisarua Mountain Dairy Tbk. (CMRY) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), telah merilis laporan keuangan kuartal I/2025 dengan hasil di atas ekspektasi.

CMRY membukukan pertumbuhan laba 32% secara kuartalan menjadi Rp480 miliar, didorong oleh pendapatan divisi consumer food yang menyumbang Rp1,5 triliun atau 59% dari total bisnis. Meski demikian, penjualan produk berbasis susu mengalami penurunan 16% dibandingkan kuartal sebelumnya, dan 11% secara tahunan menjadi Rp864 miliar.

Bahana Securities dalam riset terbarunya menaikkan proyeksi pertumbuhan laba bersih CMRY menjadi 15,7% tahun ini, lebih tinggi dari prediksi sebelumnya 7,7%. Target harga saham CMRY juga direvisi naik dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per saham, dengan rekomendasi beli (BUY) dan potensi kenaikan 39,5%.

Di sisi lain, UNVR juga mencatatkan kinerja kuartalan di atas prediksi dengan laba Rp1,24 miliar, melonjak 245% secara kuartalan. Namun, secara tahunan, laba tersebut turun 15%. Penurunan ini terjadi seiring dengan pelemahan pendapatan sebesar 6% menjadi Rp9,46 miliar akibat pembersihan inventori dan penyesuaian harga di tingkat distributor dan ritel.

Maybank Sekuritas Indonesia dalam laporannya memperingatkan bahwa lemahnya belanja konsumen berpotensi membebani prospek UNVR. Untuk saat ini, mereka masih mempertahankan rekomendasi jual (SELL) dengan target harga Rp1.400 per saham, mengingat belum adanya katalis pertumbuhan penjualan yang kuat.

Sementara itu, emiten lain seperti PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) diproyeksikan tetap mendapatkan dorongan dari tren konsumsi selama Ramadan dan Idul Fitri.

Ciptadana Sekuritas memperkirakan pertumbuhan pendapatan MYOR akan mencapai dua digit, sedangkan ICBP diperkirakan tumbuh satu digit untuk kuartal I/2025. Namun, prospek sektor konsumer secara keseluruhan diturunkan dari overweight menjadi netral akibat tekanan makroekonomi dan kenaikan harga bahan baku.

Dalam menghadapi ketidakpastian global, terutama risiko tarif baru dari AS yang berdampak pada produk seperti kopi dan cokelat, MYOR dinilai memiliki peluang untuk membalikkan kondisi menjadi keuntungan karena tekanan tarif diperkirakan mengurangi pasokan komoditas terkait.

Sucor Sekuritas memproyeksikan laba bersih MYOR tahun ini akan tumbuh 10% menjadi Rp3,3 triliun, dengan kuartal pertama sebagai landasan pertumbuhan solid. Untuk ICBP, ekspansi pabrik baru dan inovasi produk di sektor mi instan diharapkan mendorong laba bersih 2025 ke angka Rp7,96 triliun, naik dari Rp7,08 triliun pada tahun sebelumnya.

Buyback Saham Menjadi Strategi Baru

Kebijakan pelonggaran buyback saham tanpa perlu persetujuan RUPS juga memberi angin segar bagi emiten konsumer. MYOR telah menjadwalkan program buyback senilai Rp1 triliun yang berasal dari kas internal.

Periode pelaksanaannya disesuaikan menjadi 27 Maret hingga 28 Mei 2025, sebagaimana diungkapkan Corporate Secretary Mayora Indah, Yuni Gunawan, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jumlah saham yang akan dibeli kembali belum dirinci, namun dipastikan tidak akan melebihi 20% dari modal disetor. ICBP juga disebut-sebut memiliki peluang kuat untuk melaksanakan buyback berkat posisi arus kas bebas (FCF) yang dinilai sangat sehat oleh Maybank Sekuritas.

Share This Article