Harga batubara berjangka kini menunjukkan penguatan setelah mengalami penurunan selama dua bulan terakhir. Data terbaru dari Trading Economics pada Selasa (27/5) mencatat harga batubara Newcastle berada di level US$100,40 per ton, naik sekitar 5,02% dalam sebulan terakhir.
Meski demikian, penguatan ini diperkirakan hanya bersifat sementara. Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengingatkan bahwa ketidakstabilan pasar global masih membayangi harga batubara ke depan.
“Kenaikan harga saat ini kemungkinan tidak akan bertahan lama, apalagi melaju signifikan, terutama menjelang kuartal III-2025 saat tarif baru mulai berlaku,” ujar Sutopo.
Tekanan dari pergeseran global menuju energi bersih dan kebijakan dekarbonisasi turut membatasi potensi kenaikan harga batubara, khususnya jenis termal yang banyak digunakan untuk pembangkit listrik.
Menurut Sutopo, batubara termal akan menghadapi tren penurunan jangka panjang karena semakin banyak negara yang beralih ke sumber energi ramah lingkungan.
Sementara itu, harga batubara metalurgi yang dipakai untuk produksi baja bisa saja mempertahankan kestabilan dalam jangka pendek hingga menengah. Namun, sektor baja juga tak lepas dari tantangan dekarbonisasi yang bisa menekan permintaan batubara di masa depan.
Sutopo mengingatkan para investor agar tetap berhati-hati dalam melihat prospek batubara jangka panjang, terutama jenis termal, mengingat momentum global yang kuat menuju ekonomi rendah karbon.
Untuk periode hingga kuartal III-2025, Sutopo memproyeksikan harga batubara Newcastle akan bergerak dalam kisaran US$ 100 hingga US$ 115 per ton.
“Peningkatan harga mungkin terjadi menjelang 2026, namun tidak akan ada perubahan besar yang terjadi secara luas,” tutupnya.
Hanya gangguan besar seperti krisis energi global atau kondisi cuaca ekstrem yang dapat mendorong harga batubara naik lebih tinggi, akibat kekhawatiran soal pasokan dan kebutuhan listrik yang meningkat.