Harga Minyak Dunia Kembali Naik, Ketegangan Iran-Israel dan Seruan Trump Jadi Pemicu!

2 Min Read

Harga minyak mentah global kembali melonjak pada perdagangan Selasa (17/6/2025), setelah sebelumnya sempat melemah. Lonjakan harga kali ini dipicu oleh meningkatnya eskalasi konflik antara Israel dan Iran, diperparah oleh seruan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melakukan evakuasi massal dari Teheran.

Berdasarkan data terbaru, harga minyak mentah Brent naik 0,45% ke level US$73,68 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,53% ke posisi US$72,15 per barel.

- Advertisement -

Analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menyebut bahwa meskipun pasar global tengah dibayangi ketidakpastian tinggi, tren teknikal harga WTI masih menunjukkan kecenderungan menguat.

“Dari pola candlestick dan indikator Moving Average, peluang WTI untuk menuju resistance di kisaran US$77 masih cukup besar,” ungkap Andy dalam risetnya, Selasa (17/6/2025).

Namun, Andy juga mengingatkan adanya potensi reversal apabila tekanan jual kembali meningkat dan konflik tidak berkembang lebih jauh. Dalam skenario tersebut, harga minyak mentah berisiko terkoreksi ke area support di sekitar US$71 per barel.

Meski secara teknikal prospek jangka pendek menunjukkan potensi penguatan, sentimen geopolitik menjadi faktor dominan saat ini. Di sisi lain, secara fundamental, pasar minyak dunia tengah menghadapi dinamika yang kompleks, termasuk perkembangan terbaru dari Iran yang disebut tengah menjajaki pelonggaran sanksi dalam rangka kesepakatan nuklir.

- Advertisement -

“Jika Iran berhasil mencapai kesepakatan, ekspor minyak mereka berpotensi meningkat dan bisa memberi tekanan tambahan terhadap harga global,” kata Andy.

OPEC+ Turut Beri Sentimen Positif

Dari sisi organisasi negara-negara produsen minyak, proyeksi OPEC+ justru memberikan angin segar. Kartel tersebut tetap optimistis terhadap ketahanan ekonomi global di paruh kedua tahun ini. Bahkan, OPEC+ memutuskan untuk menurunkan estimasi pertumbuhan pasokan dari Amerika Serikat dan negara-negara non-OPEC+ hingga tahun 2026.

Andy menambahkan bahwa dalam jangka pendek, harga minyak masih akan sangat sensitif terhadap dinamika geopolitik. Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, faktor pasokan global dan kebijakan OPEC+ akan memainkan peran lebih besar.

“Pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan konflik secara real-time dan memperhatikan level teknikal kunci sebelum melakukan aksi transaksi,” tutup Andy.

Share This Article