Harga minyak dunia terkoreksi di tengah rilis data ekonomi Amerika Serikat yang mengecewakan dan kekhawatiran meningkatnya pasokan global. Sentimen pasar semakin tertekan setelah putusan pengadilan AS memblokir sebagian besar tarif era Trump, yang sebelumnya sempat mendongkrak harga.
Mengutip Bloomberg, Jumat (30/5/2025), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,97% ke level US$61,97 per barel. Sementara itu, minyak Brent juga melemah 0,88% ke US$64,33 per barel.
Data Ekonomi dan Isu Produksi Bayangi Pasar
Harga minyak sempat menguat setelah pengadilan perdagangan AS membatalkan sejumlah kebijakan tarif perdagangan dari Presiden Donald Trump, termasuk bea impor untuk China, salah satu konsumen minyak terbesar di dunia.
Namun, tekanan kembali datang dari kabar bahwa OPEC+ berencana menaikkan produksi dalam pertemuan penting yang dijadwalkan Sabtu (31/5/2025), meski besaran kenaikannya belum diputuskan.
Pasar komoditas juga terkena dampak negatif dari laporan ekonomi AS yang menunjukkan kontraksi pada awal tahun, menambah kekhawatiran atas permintaan energi global.
“Jalan menuju harga yang lebih tinggi secara berkelanjutan masih sangat sempit,” ujar Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities. Ia menambahkan bahwa dalam jangka pendek, tekanan jual berbasis algoritma kemungkinan besar akan menekan harga hingga pertemuan akhir pekan OPEC+.
Penurunan Stok Tak Mampu Tahan Tekanan
Sejak pertengahan Januari, harga minyak mengalami tren penurunan. Faktor utama yang membebani adalah ketidakpastian akibat perang tarif serta potensi kebangkitan produksi dari OPEC+ yang sebelumnya sempat tertahan.
Langkah-langkah proteksionis di sektor perdagangan telah memperburuk kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi global dan turunnya permintaan terhadap komoditas energi.
Sementara itu, data pemerintah AS yang dirilis Rabu menunjukkan penurunan stok minyak mentah sebesar 2,8 juta barel. Angka ini lebih rendah dari estimasi American Petroleum Institute (API) yang memperkirakan penurunan 4,24 juta barel sehari sebelumnya.
Stok bensin dan produk olahan lainnya, seperti bahan bakar sulingan, juga menurun sebesar 2,4 juta barel menjelang musim berkendara musim panas. Penurunan ini memberi sedikit dukungan terhadap harga di tengah tekanan global.
Ketegangan Geopolitik dan Risiko Produksi
Di sisi geopolitik, ketegangan di Libya kembali mencuat. Pemerintah Libya mengumumkan penghentian produksi dan ekspor minyak setelah milisi menyerbu kantor pusat perusahaan minyak negara. Langkah ini menyoroti risiko berkelanjutan terhadap stabilitas pasokan dari negara anggota OPEC+ tersebut.
Di Kanada, ancaman terhadap produksi juga muncul dari kebakaran hutan yang melanda area dekat lokasi utama minyak pasir di Alberta. Gangguan ini berpotensi memengaruhi hingga 200.000 barel produksi harian Kanada.
Dengan ketidakpastian global, potensi kenaikan pasokan dari OPEC+, dan perlambatan ekonomi AS, harga minyak berisiko tetap tertekan dalam jangka pendek. Investor disarankan mencermati hasil pertemuan OPEC+ dan perkembangan geopolitik di Libya serta Kanada sebagai indikator arah selanjutnya.