Harga minyak mentah dunia mencatat kenaikan hampir 3% pada perdagangan Senin (2/6/2025), terdorong oleh kekhawatiran gangguan pasokan akibat kebakaran hutan di wilayah penghasil minyak Kanada serta tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Presiden Donald Trump mengancam tarif baru.
Berdasarkan data Reuters, minyak Brent ditutup menguat US$ 1,85 atau 2,95% menjadi US$ 64,63 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 1,73 atau 2,85% ke level US$ 62,52 per barel.
Kenaikan ini terjadi meskipun aliansi produsen minyak OPEC+ tetap melanjutkan rencana kenaikan produksi. Pasar lebih fokus pada potensi gangguan pasokan dari Kanada dan dinamika geopolitik global.
Provinsi Alberta, pusat produksi minyak Kanada, dilanda kebakaran hutan hebat yang diperkirakan telah mengganggu sekitar 7% dari total produksi minyak mentah nasional, menurut perhitungan Reuters. Dua operator tambang minyak pasir termal di selatan Fort McMurray telah mengevakuasi pekerja dan menghentikan operasional sebagai langkah pencegahan.
“Dampak kebakaran di Alberta kini mulai terasa signifikan terhadap pasokan,” kata John Kilduff, mitra Again Capital.
Selain itu, pelemahan dolar AS turut mendukung kenaikan harga minyak. Mata uang AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama pada hari yang sama karena kekhawatiran ancaman tarif baru Trump dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memicu inflasi.
Dolar yang melemah membuat harga minyak, yang diperdagangkan dalam dolar AS, menjadi lebih murah bagi pembeli internasional, sehingga meningkatkan permintaan.
Analis Rystad Energy, Jorge Leon, menambahkan bahwa risiko geopolitik turut menjadi faktor pengerek harga minyak, terutama setelah serangan drone Ukraina terhadap Rusia pada akhir pekan lalu.
Situasi Nuklir Iran dan Langkah OPEC+ dalam Kenaikan Produksi
Pasar juga mendapat pengaruh dari perkembangan pembicaraan nuklir antara Iran dan AS. Seorang diplomat Iran menyatakan Teheran kemungkinan besar menolak usulan terbaru AS untuk menyelesaikan sengketa nuklir yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Sementara itu, OPEC+ mengumumkan pada Sabtu lalu akan menaikkan produksi minyak sebesar 411 ribu barel per hari (bph) pada Juli mendatang. Kenaikan ini merupakan kelanjutan dari tren peningkatan produksi bertahap selama dua bulan sebelumnya, yang bertujuan mengembalikan pangsa pasar sekaligus memberi sanksi kepada anggota yang melampaui kuota produksi.
Menurut sumber internal, OPEC+ mungkin akan mempertimbangkan kenaikan produksi yang lebih besar pada pertemuan berikutnya. Namun, pasar telah mengantisipasi kenaikan 411 ribu bph tersebut dalam harga Brent dan WTI saat ini.
Phil Flynn, analis senior Price Futures Group, menyebut pasar awalnya memperkirakan kenaikan produksi yang lebih besar dari OPEC+. “Investor tampaknya salah posisi,” ujarnya.
Analis Goldman Sachs memproyeksikan OPEC+ akan melanjutkan kenaikan sebesar 410 ribu bph pada Agustus. Dalam laporannya, Goldman Sachs menilai bahwa kondisi fundamental pasokan minyak global masih ketat, didukung data aktivitas ekonomi global yang solid serta permintaan musiman yang meningkat di musim panas.
Morgan Stanley juga memprediksi kenaikan produksi 411 ribu bph akan terus dilakukan setiap bulan hingga tambahan produksi mencapai 2,2 juta bph pada Oktober. “Dengan pengumuman terbaru ini, tidak ada indikasi bahwa laju kenaikan kuota akan melambat,” ungkap Morgan Stanley.